Abaikan Perintah Mendagri Soal Pelantikan PJ Bupati, Gubernur Sultra Bisa Diberhentikan

Imam Ridho Angga Yuwono SH MH

Baubau

“Bahkan bila setelah mendapat sanksi tersebut Gubernur Sultra tetap tidak melaksanakannya, dapat diberhentikan secara permanen,” Imam Ridho Angga Yuwono.


Polemik penundaan pelantikan Pelaksana Jabatan (PJ) Bupati Muna Barat (Mubar) dan PJ Bupati Buton Selatan (Busel) terus bergulir. Hingga saat ini, kedua Calon PJ yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu belum dilantik oleh Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi.

Berdasarkan penjelasan Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra Asrun Lio, alasan Gubernur Ali Mazi belum melakukan pelantikan karena ada kejanggalan dalam dasar perintah pengangkatan kedua PJ tersebut, yang mencantumkan pertimbangan terkait pembentukan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, yang dianggap sama sekali tidak ada relevansi dimasukkan sebagai dasar perintah.

Selain itu pihak Pemprov juga menganggap, dua nama Calon PJ yang ditunjuk oleh Mendagri itu, tidak masuk dalam usulan Gubernur beberapa waktu lalu.

Ironisnya, meski sudah diklarifikasi oleh Mendagri terkait SK tersebut, namun Gubernur Ali Mazi nampaknya masih enggan melakukan pelantikan kedua Calon PJ. Hal ini kemudian menambah polemik dikalangan masyarakat, khususnya di Sultra.

Praktisi Hukum Tata Negara, Imam Ridho Angga Yuwono SH MH ikut menyikapi hal ini. Dari beberapa kronologis kejadian terkait penunjukan PJ Bupati, ia melihat Pemprov nampaknya belum memaknai secara cermat Konsideran SK penunjukan PJ Bupati Mubar, dan Busel itu.

Menurut Angga, jika dimaknai secara cermat, Surat Edaran Mendagri tentang Pembentukan Satgas Covid-19, yang tertuang dalam konsideran SK PJ Bupati, dapat dimaknai sebagai misi negara dalam mewujudkan program strategis nasional.

Pertama, berbicara relevansi tercantumnya pembentukan Satgas Covid-19 yang berdasarkan Perpres No 82/2020, dimaksudkan untuk pemulihan transformasi ekonomi nasional, selaras dengan maksud Perpres 109 Tahun 2020.

Kata Angga, perlu diketahui pula, berdasarkan Surat Edaran Mendagri tersebut, jabatan Ketua Satgas Covid-19 di Kabupaten/Kota wajib diduduki oleh Kepala daerah, dan tidak bisa diduduki oleh jabatan lain selain Kepala Daerah. Problemnya, jika Bupati Mubar dan Busel definitif berakhir masa jabatannya, tentu terdapat kekosongan jabatan Ketua dalam struktur Satgas Covid-19 di Kabupaten Mubar dan Busel.

“Kondisi ini mengharuskan Pemerintah untuk sesegera mungkin menunjuk pengganti Bupati definitif dengan jabatan yang memiliki kewenangan sama. Jadi relevansi surat edaran Mendagri itu sudah terjawab,” jelasnya.

Kedua, berbicara masalah bukan usulan Gubernur, Angga menganggap Pemprov ternyata kurang cermat memahami Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dimana dalam undang-undang tersebut telah dijelaskan terkait pemberhentian kepala daerah itu ada 2 macam, yaitu berhenti dan pemberhentian sementara.

Dalam kasus jabatan Bupati di Mubar dan Busel ini, termasuk dalam kategori berhenti, bukan pemberhentian sementara, karena diberhentikan dengan alasan selesai masa jabatannya.

Dalam UU No 23 tahun 2014 dan UU No 10 tahun 2016 dijelaskan, jika kondisi Bupati/Walikota definitif dalam suatu daerah yang diberhentikan karena selesai masa jabatannya, untuk mengatasi kekosongan hukum dan kekosongan kepemimpinan, Presiden melalui pembantunya yaitu Mendagri, dapat menetapkan Pejabat Bupati/Walikota tanpa terikat dengan usulan Gubernur. Tindakan ini, dalam terminologi hukum Administrasi Pemerintahan disebut Diskresi. Apalagi kondisi saat ini, yang secara spesial diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Secara politik, bandul pemerintahan daerah menjadi sentralistis dan diatur pusat, menunggu dilantiknya Kepala Daerah definitif hasil Pilkada 2024 baru pemerintahan daerah kembali desentralistis.

“Jadi penunjukan pejabat Bupati/Walikota karena berakhir masa jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri, dan tidak mengikuti usulan Gubernur sudah sesuai syarat di dalam ketentuan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.

Oleh sebab itu, terlepas Mendagri dapat mengambil alih pelantikan Pj Bupati Mubar dan Busel sebagaimana yang tertuang pada Pasal 92 UU Pemda, pelaksanaan perintah atas penunjukan Pj Bupati Mubar dan Busel harus menjadi perhatian khusus bagi Gubernur Sultra.

Bila ternyata pembentukan Satgas Covid-19 adalah program strategis nasional, dan Gubernur Sultra tidak mau melantik Pj Bupati Busel dan Mubar, berdasarkan UU Pemda, ada konsekuensi hukum yang bisa didapatkan Gubernur Sultra, yakni teguran dari Menteri. Dan bila teguran sebanyak 2 kali tidak ditindaklanjuti, dapat diberi sanksi pemberhentian sementara selama 3 bulan.

“Bahkan bila setelah mendapat sanksi tersebut Gubernur Sultra tetap tidak melaksanakannya, dapat diberhentikan secara permanen,” pungkas Angga.

Seperti diketahui, pelantikan Pj Bupati Mubar dan Busel telah dua kali ditunda. Berdasarkan perintah Mendagri, seharusnya pelantikan dua calon Pj Bupati tersebut dilaksanakan Selasa 24 Mei 2022, namun kabarnya Gubernur Sultra malah keluar daerah. [Red]

Komentar