Bermasalah dengan RS atau RS Bermasalah, Lapor ke BPRS!

Kasamea.com BAUBAU

Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara (BPRS Sultra) perdana melakukan kunjungan kerja (kunker) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Baubau. Kunker ini dalam rangka menyosialisasikan terbentuknya BPRS Sultra.

BPRS Sultra diangkat melalui Keputusan Gubernur Sultra, dan bertugas memfasilitasi dan menyelesaikan pengaduan tentang hak-hak dan kewajiban RS, juga hak-hak dan kewajiban pasien. Penyelesaian pengaduan dimaksud dalam bentuk mediasi, guna membantu menyelesaikan semua persoalan, baik itu datangnya dari pengaduan masyarakat, maupun pengaduan RS.

Hal ini diungkapkan oleh salah seorang anggota BPRS Sultra, Syarifudin Safaa. Bahwa BPRS Sultra mengawasi seluruh RS yang ada di wilayah Sultra, RS milik pemerintah maupun swasta.

BPRS ini hanya dibentuk ditingkat Pusat dan Provinsi saja. Ditingkat Kabupaten/Kota tidak ada.

BPRS dalam memfasilitasi penyelesaian kasus-kasus, akan melakukan kajian, sesuai kode etik dan kode profesi. Tidak berlanjut pada proses hukum.

BPRS Sultra akan bertugas dengan masa bakti tiga tahun, dan di Sultra sendiri mulai berlaku pada 2020 – 2023. Pihaknya, kata Syarifuddin Safaa, akan terus menyosialisasikan BPRS Sultra ke seluruh RS Kabupaten/Kota di Sultra.

Sosialisasi di Baubau juga mengikut sertakan perwakilan RS Buton, Busel, Buteng. Sebelumnya, Sosialisasi di Kolaka juga melibatkan unsur RS Kolut, Koltim, Bombana, serta Konawe. Beberapa waktu lalu, BPRS Sultra juga telah menggelar sosialisasi yang sama di Muna.

“Mudah-mudahan tahun depan bisa kita sosialisasi di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sultra,” kata Syarifuddin Safaa.

Ia menambahkan, bila terjadi kasus, pengaduan pasien, BPRS terlebih dahulu menyerahkan kepada pihak RS, Direktur, juga Badan Pengawasnya. Bila Direktur dan Badan Pengawas RS tersebut tidak sanggup menyelesaikannya, maka akan diteruskan ke BPRS Sultra, untuk penyelesaian masalahnya.

BPRS Sultra beranggotakan, dr H M Zamrud Sp THT (Ketua merangkap anggota) dari unsur IDI Sultra, DR H Syarifuddin Safaa SH MM (Anggota) dari unsur Pemerintah Daerah, dr Hj Asridah Mukaddim MKes (Anggota) dari unsur PERSI, DR LM Bariun SH MH. (Anggota) dari unsur Tokoh Masyarakat, Sapril SKM MSc (Anggota) dari unsur Perawat.

“InsyaAllah bisa membantu menyelesaikan masalah masalah yang terjadi, baik di RS maupun dimasyarakat,” harapan Syarifuddin Safaa.

Kata mantan Pj Sekda Sultra ini, pengelolaan RS tidak gampang, karena melibatkan banyak orang. Sehingga, tak menutup kemungkinan terjadi masalah dalam pelaksanaannya. Tetapi, jika terjadi permasalahan, jangan terburu-buru membawanya ke ranah hukum, melibatkan penegak hukum, DPRD, atau Ombudsman.
Terlebih dahulu diproses secara internal, ada Direksi dan Badan Pengawas RS. Bila secara internal tidak terselesaikan, baru kemudian dilaporkan kepada BPRS Provinsi. Sehingga bisa secepatnya dilakukan mediasi.

“Terkadang sekarang ini kalau bukan pasien, keluarganya yang mengadu. Semua akan diliat dari kasusnya. Kalau sifatnya pidana tentu diserahkan kepada aparat penegak hukum. Tetapi kalau sifatnya masih menyangkut etik atau Profesi, bisa difasilitasi BPRS,” ungkap Syarifuddin Safaa.

Kabag TU RSUD Baubau, H Sabir, mengungkapkan, kehadiran BPRS Sultra sangat bermanfaat bagi RSUD Baubau. Memberikan gambaran tentang bagaimana RSUD kedepannya, bila ada permasalahan bisa meminta bantuan BPRS.

“Mereka (BPRS Sultra, red) siap back up,” ungkap Sabir.

Tak hanya mediasi penyelesaian masalah RS, pasien atau keluarga pasien, kata Sabir, BPRS Sultra juga membuka ruang untuk memfasilitasi usulan anggaran, maupun SDM rumah sakit, yang akan diajukan kepada Gubernur Sultra.

Pihaknya, lanjut Sabir, menyampaikan kepada BPRS Sultra, bahwa dengan ditunjuknya RSUD Baubau sebagai pusat rujukan covid-19 yang melayani wilayah Kepton, harus dibarengi dengan pembiayaan yang memadai. Untuk memaksimalkan pelayanan, pembenahan sarana prasarana.

BPRS Sultra diharapkan dapat mengambil peran penting dalam perubahan RS, khususnya RSUD Baubau ke arah yang lebih baik. Menjauhkan campur tangan, intervensi pihak luar yang selama ini disinyalir berkonspirasi mengamankan kepentingan, menjadi salah satu penyebab rumah sakit menjadi “sakit”. Mempengaruhi bobroknya sistem manajerial, RSUD sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

[RED]

Komentar