Asmanto Mesman
Baubau
Perkara perdata dan pidana nenek Ajida, warga Kelurahan Labalawa Kecamatan Betoambari Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara, melawan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Baubau H Kamil Ady Karim (KAK), ikut menyeret Badan Pertanahan Nasional Kota Baubau. Keterkaitannya, ihwal sekira tahun 2020, sertifikat tanah hak milik Ajida diserahkan La Ariki (kala itu selaku Kepala BPN Baubau) kepada KAK.
Alhasil BPN Baubau sebagai institusi negara pun kena imbas.
Pemeriksaan Penegak Hukum
Kepala BPN Baubau Asmanto Mesman tampak menyayangkan permasalahan ini, namun ia mengaku sudah memberikan keterangan kepada pihak Ajida. Termasuk sudah dua kali memenuhi panggilan Polda Sultra untuk memberikan keterangan, disertai dengan membawa barang bukti berupa tanda terima penyerahan sertifikat dimaksud.
“Jadi kami sudah dipanggil memberikan keterangan. Kami sudah menjelaskan bahwa yang mengambil itu adalah kepala kantor yang menjabat sebelumnya (La Ariki, red), dan menurut informasi itu sudah diserahkan kepada pak Kamil (KAK, red),” bebernya saat dikonfirmasi, Kamis (20/1/23).
Asmanto mengatakan, Ajida melalui Kuasa Hukumnya sudah melakukan somasi kepada BPN Baubau, terkait sertifikat Ajida yang diserahkan kepada orang lain. Dan disampaikan kepada Ajida bahwa yang menyerahkan sertifikat tersebut adalah mantan Kepala BPN Baubau saat itu, dan tentu harus dikonfirmasi kepada yang bersangkutan.
Kata Asmanto pihaknya mendapatkan informasi, bahwa ada harga dibalik penyerahan sertifikat milik Ajida kepada KAK, sudah ada panjar harga pembelian tanah. Pihaknya lanjut Asmanto, menyampaikan kembali kepada Ajida, agar silahkan berhubungan dengan KAK, karena menurut informasi yang didapatkan, tanah Ajida sudah dibayar oleh KAK.
“Yah persoalan yang bersangkutan (Mantan Kepala BPN Baubau La Ariki, red), saya kira dia bertindak karena jabatannya sebagai kepala kantor dan juga bertindak atas nama pribadi pada saat itu. Karena kita tau pak Kamil Ady Karim juga keluarga BPN, jadi mungkin ada rasa kekeluargaan lah menyerahkan itu,” urainya.
Warning dan Kepercayaan Masyarakat
Atas kejadian ini, Asmanto segera mengambil langkah tegas, me-warning seluruh staf jajarannya untuk bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Terkhusus, jangan menyerahkan sertifikat kepada yang tidak berhak, atau tanpa membawa surat kuasa dari yang berhak/pemilik tanah.
“Inikan merembet jika ada salah satu pihak yang keberatan. Jadi setelah kasus ini kami mewarning semua petugas pertanahan, tidak boleh (Melanggar SOP, red),” tegasnya.
Asmanto lantas mengungkapkan bahwa kejadian ini juga berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat atas profesionalitas serta integritas kinerja insan BPN Baubau. Terlebih dengan banyaknya media online seperti sekarang ini, Instansi yang dipimpinnya dianggap ceroboh terhadap produk yang telah diterbitkan, atau ceroboh dalam penyerahan sertifikat.
“Sekali lagi tidak akan terulang kasus ini, kami sudah mewarning seluruh staf. Bahwa kegiatan penerbitan sertifikat setiap tahun, kalau diserahkan, langsung kepada yang berhak, atau yang membawa surat kuasa. Atau kalau kami menyerahkan kepada kelurahan, kami sudah punya tanda terima, lurah hanya bertanggungjawab, bahwa dia yang menyerahkan kepada masyarakat,” urainya.
Mekanisme Pengambilan Sertifikat
Lebih lanjut Asmanto menjelaskan tentang mekanisme pengambilan sertifikat. Bahwa seseorang bisa mengambil sertifikat, harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dipastikan memang betul sertifikat tersebut adalah miliknya.
“Jika dia mengambil bukan atas nama dirinya, berarti petugas BPN harus memastikan ada surat kuasa dari pemilik sertifikat,” ucapnya.
Ditambahkan, dalam kegiatan PTSL, mekanisme penyerahan sertifikat ada dua, yakni:
- Petugas BPN menyerahkan sertifikat langsung kepada pihak kelurahan di kantor kelurahan, dan pihak kelurahan bersama petugas BPN menyerahkan kepada pemilik. Selebihnya yang tidak hadir mengambil sertifikatnya, diwakilkan oleh pihak kelurahan, yang akan menyerahkan kepada warganya. Menjadi tanggung jawab kelurahan untuk menyerahkan kepada para pemilik sertifikat tersebut.
- Penyerahan sertifikat yang tidak sempat dilaksanakan di kantor kelurahan, petugas BPN memanggil pihak kelurahan mengambil sertifikat, dan nantinya mereka yang menyerahkan langsung ke warga pemilik sertifikat.
“Ada pula yang karena kedekatan dengan seseorang, ada lah orang kantor yang berniat menyerahkan sertifikat itu kepada yang bersangkutan. Tentu harus dia tunjukkan surat kuasa, bahwa dia dikuasakan untuk mengambil sertifikat,” sebut Asmanto.
Kasus Ajida dan KAK
Asmanto kembali menyinggung tentang permasalahan Ajida dan KAK. Menurutnya, kepala BPN Baubau sebelumnya (La Ariki) menyerahkan sertifikat tersebut karena diminta oleh KAK, tanpa menunjukkan surat kuasa dari seseorang.
“Hanya dengan alasan informasi secara lisan saja, bahwa tanah tersebut sudah dia beli. Persoalan ada kasus hukum atau ada pelunasan yang belum selesai, kepala kantor lama itu tidak mengetahui. Hanya dia ketahui itu sudah dibayar, sudah dibeli,” bebernya.
Jadi kata Asmanto, dengan niat karena alasan KAK sudah membeli, maka La Ariki menyerahkan sertifikat tersebut. Tetapi dari segi SOP seharusnya La Ariki atau BPN Baubau meminta surat kuasa, yang menunjukkan bahwa sertifikat boleh diambil oleh/atas nama orang lain.
Akibat dari permasalahan ini kata Asmanto, BPN Baubau dianggap penyalahgunaan dan menghilangkan sertifikat milik orang lain. Karena sampai sekarang yang bersangkutan atas nama Ajida tidak diberikan sertifikatnya oleh yang mengambil.
“Artinya kalau dilapor berarti ada dugaan penggelapan, dengan niat menyembunyikan milik orang lain. Tapi itu urusan pidana mereka lah. Kalau BPN Baubau kesalahannya yang bersangkutan diberikan tanpa ada surat kuasa dari pemilik sah, yang namanya tertera dalam sertifikat,” timpalnya.
Asmanto menyebutkan, SOP ini berlaku sejak adanya pelayanan pertanahan. Semua sertifikat yang diambil, harus atas dasar surat kuasa (Bila bukan atas nama miliknya). Baik layanan dalam Program Sertifikat Nasional (PSN) Prona, dan sekarang PTSL, termasuk kegiatan rutin yang ada di kantor BPN Baubau.
Ketentuannya lagi, Asmanto menambahkan, bila terindikasi ada seseorang mengambil sertifikat yang bukan hak-nya, BPN Baubau tidak ada kewajiban untuk meminta mengembalikan. Tetapi bila diminta, bahwa sebelumnya bukan yang berhak yang menerima sertifikat, petugas tinggal membantu yang bersangkutan untuk mengembalikan ke kantor BPN Baubau. “Nanti kami yang akan menyerahkan kembali kepada pemilik yang sah,” ucapnya.
Pesan untuk Masyarakat
Asmanto menutup wawancara dengan himbauan kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang telah selesai mengurus sertifikat di BPN Baubau, jika diragukan orang lain yang mengambil, agar secepatnya mengambil produk sertifikat yang sudah diselesaikan petugas BPN Baubau. Bila kegiatan proyek, segera konfirmasi ke kantor kelurahan, agar pihak kelurahan yang mengambil seluruh produk yang ada di BPN Baubau, bila itu masih ada yang tertinggal.
Kedua jika org lain yang akan mengambil sertifikat, harus sertakan dengan surat kuasa. Misal yang bersangkutan berhalangan hadir, atau sedang berada diluar daerah, dan sertifikat juga sudah selesai di BPN Baubau, kalau ada orang lain yang akan mengambilnya. “yah berikan kuasa untuk mengambil di BPN Baubau, agar tidak disalahgunakan sertifikat itu kalau sudah terbit. Jangan sampai pihak yang tidak berwenang bisa menjual, atau mengalihkan sertifikat yang dia pegang,” pungkasnya. (Red)
Berita terkait ⬇