Baubau
Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Baubau (DPKPP Baubau) mengambil langkah antisipatif dengan meminta pendampingan Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau dalam merealisasikan pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara Betoambari dan Jembatan penyeberangan Buton-Muna (Tona).
Ini dilakukan guna menghindari permasalahan hukum, pelanggaran peraturan perundang-undangan, utamanya tindak pidana korupsi (Tipikor), serta praktek mafia tanah.
Untuk diketahui, Tahun Anggaran 2022 Pemkot Baubau melalui DPKPP menganggarkan Rp10 milyar untuk pengadaan tanah di dua lokasi mega proyek tersebut. Anggaran kompensasi pembebasan tanah masyarakat yang harus dibebaskan untuk pembangunan Bandara Betoambari Rp7 milyar, dan untuk pembangunan Jembatan Tona Rp3 milyar.
Kepala DPKPP Amalia Abibu mengatakan, dari Rp7 milyar, sudah dibayarkan senilai Rp1.781.000.000 untuk pembayaran kompensasi pembebasan tanah masyarakat untuk pembangunan Bandara Betoambari (Pembayaran sisa ganti rugi tahun 2021). Sisa anggaran tahun 2022 Rp5.219.000.000. Sedangkan untuk pembangunan Jembatan Tona belum dilakukan pembayaran sepeserpun.
Pendampingan Kejari Baubau kata Amalia, merujuk pada Peraturan Kejaksaan RI nomor 7 tahun 2001 tentang pedoman pelaksanaan penegakkan hukum, tindakan hukum, dan pelayanan hukum bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Jaksa sebagai pengacara negara memberikan pendampingan hukum terhadap kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan negara atau pemerintah dalam ruang lingkup hukum Perdata dan/atau hukum administrasi negara, yang berpotensi menimbulkan permasalahan hukum, dalam rangka mitigasi resiko hukum tata kelola governance penyelamatan keuangan atau kekayaan negara, pemulihan keuangan atau kekayaan negara, pembentukan peraturan keputusan tata usaha negara, dan atau tindakan administrasi pemerintahan.
Ia berharap, seluruh proses pengadaan tanah dimaksud bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku. Tidak ada pihak pihak yang dirugikan, utamanya dalam pembebasan tanah masyarakat.
“Syarat utama harus melakukan ekspos dulu, dan kita sudah ekspos dihadapan pihak Kejari. Setelah itu mereka mengidentifikasi masalah-masalah, dan ketika timbul masalah, baru kemudian Kejari melakukan pendampingan,” katanya.
Amalia sangat mengapresiasi respon serta perhatian Kajari Baubau Jaya Putra bersama jajarannya.
Lebih lanjut Amalia menguraikan, untuk pembangunan Jembatan Tona dibutuhkan tanah seluas 12.411 meter persegi. Sementara kewenangan Wali Kota dalam hal pembebasan tanah masyarakat hanya 5 Ha. Sehingga saat ini baru akan dibebaskan 5 Ha sesuai kewenangan Wali Kota, yang sudah ada penetapan lokasinya (Penlok).
“Sementara yang dibutuhkan saat ini lebih dari 5 Ha, kelebihan dari kewenangan Wali Kota menjadi kewenangan Provinsi,” jelasnya.
Disisi lain, pembangunan Bandara Betoambari membutuhkan lahan seluas 51,31 Ha. Untuk ini, sudah ada peta tanah masyarakat yang harus dibebaskan. Harga yang jadi pedoman DPKPP Baubau adalah harga yang ditentukan oleh KJPP. [Red]
Baca juga ⬇️
Komentar