Kasus Perdagangan Perempuan di Baubau: Tersangka Kabur, Kafe Atlantic Bantah Pekerjakan Anak Dibawah Umur

Kuasa Hukum Manejer Kafe Atlantic (kiri ke kanan) Firman SH, Al Ihsan SH, Muhlis SH, Agung Widodo SH

Kasamea.com Baubau

Manejer tempat hiburan malam (THM) Kafe Atlantic inisial LH yang telah ditetapkan sebagai Tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan diproses hukum oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut) kabur saat diamankan dari Kota Baubau ke Kota Manado. Hal ini dibenarkan Kuasa Hukum LH, dalam keterangannya dihadapan sejumlah awak media, di salah satu kedai di Kota Baubau, Sabtu (20/2/21).

Selaku Kuasa Hukum LH, Muhlis SH mewakili rekannya Agung Widodo SH, Muhammad Al Ihsan SH, dan Firman SH, mengungkapkan, terkait kaburnya LH diluar kapasitas, atau bukan ranah kewenangan pihaknya selaku Kuasa Hukum untuk menjelaskan.

Muhlis mengatakan, Surat Kuasa Hukum ditandatangani bersama tiga rekannya, jauh sebelum kaburnya LH. Pihaknya mendampingi LH selaku Kuasa Hukum sejak awal, LH masih berstatus sebagai Saksi.

Muhlis sekaligus mengklarifikasi adanya anak dibawah umur yang dipekerjakan di Kafe Atlantic.

Kata dia, bermula dari adanya laporan orang tua salah seorang Karyawati Kafe Atlantic inisial QN di Polda Sulut, yang melaporkan, bahwa anaknya masih dibawah umur dipekerjakan di Kafe Atlantic.

Kata Muhlis, di Manado THM lebih dikenal dengan sebutan PUB (Baca: Pab). Berbeda dengan di Baubau, yang umum dikenal, THM, Kafe adalah tempat hiburan dengan musik dan lagu, juga ada yang menjual minuman beralkohol.

Polda Sulut menindaklanjuti laporan orang tua QN tersebut di Baubau. Lanjut Muhlis, sampai pada ditetapkannya LH sebagai Tersangka.

Kata Muhlis, Perkara yang ditangani Polda Sulut terkait dugaan TPPO, anak dibawah umur yang dipekerjakan di Kafe Atlantic di Baubau, sampai saat ini baru ditetapkan seorang Tersangka, LH.

Muhlis memastikan, sejatinya Kafe Atlantic tidak pernah mempekerjakan anak dibawah umur dalam menjalankan usaha THM. Ada SOP yang diterapkan manajemen Kafe Atlantic, terlebih tentang standar atau batasan umur Karyawati yang dipekerjakan sudah dewasa, bukan anak dibawah umur. Kemudian terikat dalam kontrak kerja yang disepakati antara pihak manajemen Kafe Atlantic dengan Karyawati.

Muhlis menegaskan, bahwa Kafe Atlantic tidak mempekerjakan anak dibawah umur, dan sebagai bukti, setiap yang akan bekerja di Kafe Atlantic harus menyodorkan Kartu Tanda Kependudukan (KTP) sebagai bukti identitas resmi.

Faktanya lanjut Muhlis, saat akan dipekerjakan di Kafe Atlantic, dia (QN remaja 16 tahun asal Manado) tersebut menyodorkan KTP dengan umur dewasa, 28 tahun (seperti yang tertera dalam KTP yang disodorkan QN, kelahiran 1993). Atas dasar KTP inilah Manajemen Kafe Atlantic menerimanya bekerja.

Menurut Muhlis, KTP yang disodorkan adalah KTP elektronik, sehingga dipekerjakanlah QN di Kafe Atlantic. Baru sekitar seminggu bekerja, orang tua QN melapor di Polda Sulut.

“Pelaporan orang tua QN di Polda Sulut dibuktikan dengan Akta Kelahiran dan Ijazah QN, yang tertulis bahwa QN masih dibawah umur,” kata Muhlis, yang didampingi tiga rekannya.

Muhlis kembali memastikan bahwa Kafe Atlantic tidak pernah menerima, atau mempekerjakan anak dibawah umur.

Iapun mengungkapkan, pihaknya telah menemui langsung orang tua QN selaku Pelapor, yang oleh orang tua QN mengakui adanya kesalahan persepsi, bahwa anaknya QN akan dipekerjakan di Kota Baubau bukan di THM Kafe Karaoke dan penjualan minuman beralkohol. Persetujuan QN bekerja di Kota Baubau juga diantar langsung oleh ayahnya, yang juga menerima sejumlah uang.

“Kafe disana beda dengan Kafe disini, disana (Manado, red) Kafe dikenal tempat ngopi-ngopi. Tetapi setelah beberapa hari bekerja, anak ini menelepon orang tuanya menyampaikan bahwa dia dipekerjakan di Kafe yang seperti ini (Kafe Atlantic, red). Sehingga orang tuanya melapor ke Polisi,” ungkap Muhlis.

Atas orang tua korban yang mengakui adanya kesalahan persepsi tempat anaknya bekerja inilah, kemudian Muhlis dkk meminta kepada Polda Sulut untuk dipertemukan dengan orang tua QN. Atas inisiatif orang tua QN sebagai Pelapor, dan Kuasa Hukum LH, sehingga terjadilah kesepakatan perdamaian. Dikuatkan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Pelapor, juga berita acara pencabutan laporan Kepolisian.

“Intinya laporan sudah dicabut dan sudah berdamai. Adapun proses hukumnya berjalan atau tidak kami kembalikan ke Penyidik karena itu kewenangan Penyidik. Tetapi itikad baik Pelapor sudah ada dengan adanya perdamaian dan pencabutan laporan Kepolisian,” terang Muhlis.

Kuasa Hukum LH meminta kepada Polda Sulut agar mengusut tuntas dugaan pemalsuan KTP yang disodorkan QN, berumur dewasa dan diterima bekerja di Kafe Atlantic.

“Dia pegang KTP, dia datang dengan kartu identitas bukan dibawah umur, dia menyeberang naik pesawat pakai KTP ini. Lokusnya disana (Manado, red), dan itu sudah disita Polda. Kami minta usut siapa pelakunya (pemalsuan KTP, red),” tegas Muhlis.

KTP yang disodorkan QN adalah KTP Provinsi Papua Kabupaten Kepulauan Yapen, dan nama yang tertera KTP tersebut inisial IFW, alamat RT 001/RW 002, Desa/ Kel: Serui Kota Kecamatan Yapen Selatan, ditandatangani Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kepulauan Yapen.

Menurut Muhlis, sebelum diterima bekerja di Kafe Atlantic Kota Baubau, KTP yang disodorkan QN tersebut sudah digunakan beberapa kali.

“KTP ini dipakai beberapa kali, dia sudah pindah kerja beberapa kali ini anak ini dengan modal KTP yang sama. Dan ini rata-rata di Polda Sulut banyak laporan kaitan dengan Human Trafficking, bukan hanya wilayah Kota Baubau. Ada di wilayah Nabire yang juga sementara diproses oleh Polda Sulut, dengan model seperti ini dibawah umur dengan KTP juga begini,” beber Muhlis.

Muhlis mengaku tidak bisa mengomentari adanya tiga Tersangka lain yang saat ini disidik oleh Kepolisian Resort (Polres) Baubau, karena sementara proses hukum. Pihaknya menghargai kinerja Polres Baubau, dan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah.

Muhlis tetap mendampingi klien sesuai ketentuan, hukum acara yang berlaku, tanpa melewati batas kewenangan selaku Kuasa Hukum. Berupaya untuk mendampingi terpenuhinya hak-hak Tersangka. Iapun percaya Polres Baubau bekerja profesional menjalankan proses hukum.

“Kami hanya berharap berjalan transparan dan terbuka. Kaitan kemudian misalnya disini ada hak Tersangka yang mengajukan penangguhan penahanan, kami akan berupaya untuk itu, yang bisa kami lakukan. Tapi sepanjang proses ini kami berpikir positif, bahwasanya yang dilakukan oleh rekan-rekan Polres Baubau masih sesuai prosedur dan koridor yang ada. Kami menghormati proses hukum yang ada,” pungkasnya.

[Red]