Kekerasan Terhadap Anak, Amarah Publik, dan Permohonan Maaf Kapolres Baubau

Catatan LM Irfan Mihzan

Rasulullah SAW bersabda, “Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,” (HR Bukhari dan Ad Dailami)

Publik Baubau khususnya yang aktif berselancar dalam komunikasi dunia maya beberapa waktu lalu dihebohkan beredarnya rekaman video viral, yang bersumber dari salah satu CCTV. Video yang dalam sekejap memantik amarah publik, karena perilaku tidak terpuji dari seorang oknum anggota Polisi, yang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak berumur 10 tahun.

Proses hukum pun tak dapat dihindari oknum berinisial FZ tersebut, yang harus menjalani pemeriksaan di unit Propam Polres Baubau, institusi tempatnya mengabdikan diri kepada Negara. Kecamuk emosi beruntun dilampiaskan netizen atas sikap temperamen FZ, beraduk rasa kecewa karena ekspektasi harapan, serta kebanggaan publik pada Bhayangkara sebagai pengayom, tercederai oleh aksi main hakim sendiri FZ. Meskipun akhirnya FZ merenungi diri, menyesali segala kesalahannya kala itu.

Terlebih korbannya hanyalah seorang bocah yang tengah bermain, bersuka ria menikmati momennya mengayuh kayuh sepeda yang ditungganginya. Sungguh merupakan sebuah momen indah masa kecil, yang banyak kita juga melewatinya. Bermain sepeda, terus mengayuh meskipun diterpa terik mentari, atau rinai derasnya hujan.

Meskipun publik telah menghukumnya dengan standar norma moralitas, FZ Polisi berpangkat Brigpol itu juga tengah menanti sanksi etik yang bakal menghukum kelalaiannya dalam mengendalikan diri. Ia sebagai pengayom, pelindung masyarakat, terlebih bagi seorang anak kecil, yang justru membutuhkan motivasi, spirit. Bukankah tak menutup kemungkinan, kelak besarnya nanti, si anak korban juga bisa menjadi seorang Polisi. Anak sebagai generasi pengubah peradaban masa depan.

Polisi adalah simbol harapan, bahwa kehidupan sosial di Indonesia ini tenteram dan nyaman. Di pundaknya penegakkan supremasi hukum dititipkan.

Permohonan Maaf Kapolres Baubau

Disisi lain, respon cepat tegas dan terukur ditunjukkan Kapolres Baubau AKBP Erwin Pratomo, yang tanpa tedeng aling-aling langsung menyatakan tidak akan melindungi anak buahnya yang berbuat salah, atau melanggar hukum. Ia memastikan FZ akan diganjar sanksi etik sesuai dengan perbuatannya, setelah melalui proses hukum oleh Propam Polres Baubau.

Saya pun menangkap pesan ketegasan seorang atasan, pemimpin, dibalik sikap orang nomor 01 di institusi Bhayangkara negeri Sara Patanguna. Beliau patut diberikan apresiasi. Terlebih berselang sehari setelah kejadian yang sempat mencederai kepercayaan publik terhadap kewibawaan Polri Presisi ini, Erwin Pratomo langsung menghaturkan permohonan maaf secara langsung kepada orang tua, keluarga anak korban. Mantan Kapolres Konawe Selatan itu menyambangi rumah kediaman korban, sembari memberikan santunan kepada anak korban.

Dalam suasana penuh hikmad bulan suci Ramadhan 1443 H/2022 M ini, maaf memaafkan menjadi sebuah keniscayaan bagi umat muslim. Mempererat ikatan tali silaturahim, menghapus kadar angkuh diri, memaknai esensi hidup, bahwa manusia hanyalah butiran debu, yang sudah selayaknya mem-Bumi, menempa akhlak, mengendalikan diri, emosi, serta hawa nafsu. Bukankah, bahkan Sang Pencipta pun masih membukakan pintu maaf bagi hamba-Nya.

Kesalahan yang diduga diperbuat FZ, kebesaran hati orang tua, keluarga anak korban, menjadi pembelajaran bagi semua kita, bila mereka telah dengan lapang dada, mengikhlaskan, menganggap yang sudah terjadi adalah kehendak Allah SWT. Musibah yang tidak bisa lagi dihindarkan. Waktu pun tak bisa diputar kembali.

Proses hukum tetap berjalan dengan seadil-adilnya, pun ruang maaf yang sebelumnya gelap gulita, panas membara, berselimut amarah, semoga berubah bersinar terang benderang, menyemai sejuk dihati setiap insan.

Peran OPD Terkait

Bila sebelumnya perhatian publik hanya terfokus pada pertanggungjawaban moral dan pertanggungjawaban hukum FZ, satu hal yang hampir luput adalah anak korban. Anak sebagai anugerah Sang Pencipta, menandakan bahwa dunia masih tetap berlanjut.

Miris dan memprihatinkan bila anak korban terabaikan. Bagaimana dengan suasana kebatinannya, trauma pasca mengalami tindak kekerasan. Tentu anak korban yang masih sekecil itu mengalami guncangan, tertekan. Rasa sakit akibat tindak kekerasan juga tak bisa hilang begitu saja.

Betapa pentingnya kita semua memahami peristiwa ini sebagai problematika sosial. Pemerintah Daerah juga dibutuhkan untuk hadir. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dapat lebih responsif, menugaskan tenaga profesional, mendampingi anak korban. Sebab dalam hal ini anak korban lebih penting diantara tetek bengek lainnya.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak, termasuk didalamnya anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis. (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Semoga peristiwa ini adalah akhir, merupakan ujung dari maraknya tindak kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kotaku Tercinta. Ayo semua kita bergerak, untuk menyudahi tindak kekerasan terhadap anak. (***)

Komentar