Ketua DPRD Buton VS KPK Soal Aset

Penulis: LM. Irfan Mihzan

Persoalan Serah Terima Aset dari Pemerintah Kabupaten Buton kepada Pemerintah Kota Bau-Bau kini telah sampai pada adanya Memorandum off Understanding (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Buton dengan Pemerintah Kota Bau-Bau. Proses ini difasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).

Lembaga anti rasuah ini turun tangan langsung menindak lanjuti Serah Terima Aset yang belakangan diketahui belum tuntas, berdasarkan keterangan resmi KPK RI, bahwa masih ada lebih 100 Aset yang “tertinggal”, alias belum diserahkan Pemerintah Kabupaten Buton kepada Pemerintah Kota Bau-Bau. KPK RI melalui Tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Kosupgah) akhir Juni 2019 lalu telah mengkoordinasikan Serah Terima sisa 100 lebih Aset tersebut kepada kedua belah pihak (Pemerintah Kabupaten Buton-Pemerintah Kota Baubau).

Menarik perhatian khalayak dari terbitnya MoU yang difasilitasi KPK RI ini, adanya pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton La Ode Rafiun SPd, yang termuat disalah satu media cyber beberapa waktu lalu, tentang kemungkinan tidak akan diserahkannya Aset tanpa persetujuan DPRD Buton. DPRD Buton akan mengkaji rislah dan ganti rugi penyerahan Aset, bila tidak menguntungkan bagi Buton, maka DPRD Buton akan membatalkan MoU tersebut.

Pernyataan Rafiun ini agaknya kontra produktif dengan latar belakang, semangat hadirnya KPK RI dalam memfasilitasi penuntasan persoalan Serah Terima Aset ini. Sebab KPK RI hadir dengan mengantongi data lebih dari 100 Aset yang belum diserahkan Pemerintah Kabupaten Buton kepada Pemerintah Kota Bau-Bau, pasca terbentuknya Kota Bau-Bau berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001.

Bila DPRD Buton hendak membatalkan MoU tersebut, tentu kembali lagi pada landasan hukum, terkait Tugas, Wewenang dan Hak DPRD Buton.

Tugas, Wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah: -Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. -Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.-Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Mengusulkan:  -Pengangkatan/ pemberhentian bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. -Memilih wakil kepala daerah (wakil bupati) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. -Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. -Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.-Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. -Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. -Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. -Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak DPRD Kabupaten/Kota : -Hak interpelasi, yaitu hak DPRD kabupaten/kota untuk meminta keterangan kepada bupati/wali kota mengenai kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara; -Hak angket, yaitu hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan -Hak menyatakan pendapat yaitu hak DPRD kabupaten/kota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/wali kota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Dari uraian Tugas, Wewenang dan Hak DPRD Kabupaten/Kota diatas, penulis tidak menemukan satupun landasan hukum yang mendasari DPRD Buton membatalkan MoU terkait persoalan Serah Terima Aset antara Pemerintah Kabupaten Buton dengan Pemerintah Kota Bau-Bau yang difasilitasi oleh KPK RI tersebut. Pun bila ada landasan hukum yang dapat dijadikan dasar DPRD Buton untuk membatalkan MoU, dipastikan akan menambah panjang proses Serah Terima Aset tersebut.

Sementara langkah hukum KPK RI menindaklanjuti persoalan Serah Terima Aset dari Pemerintah Kabupaten Buton kepada Pemerintah Kota Bau-Bau ini juga dilandasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana KPK RI diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.

KPK RI merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. KPK RI dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya.

Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK RI sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK RI adalah: koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. (diolah dari beberapa sumber).

Komentar