Kiat Kejari Buton Tekan Inflasi

Baubau

Kejaksaan Negeri Buton fokus pada penanganan inflasi, sesuai instruksi Jaksa Agung Prof ST Baharuddin, bahwa Kejaksaan Negeri memberikan pengamanan, pengawalan sekaligus pendampingan, untuk membantu pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam penggunaan dana desa, dan dana tak terduga, yang dialokasikan ke sekretariat daerah. Ini merupakan salah satu kiat, program Kejaksaan, yang bertujuan agar dana dimaksud bisa digunakan untuk menekan inflasi di daerah.

Melalui Seksi Intelijen dan Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Lembaga Adhyaksa yang dinahkodai Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH MH ini, tengah membangun koordinasi dengan pemerintah kabupaten Buton, Buton Tengah, dan Buton Selatan.

“Ini yang sedang kita koordinasikan, supaya kita akan buat perjanjian kerjasama dengan pemerintah daerah (Bupati dan Kajari), guna mengawal mengamankan, dan juga pendampingan hukum, sehingga tidak ada penyimpangan,” ujar Ledrik.

Peraih penghargaan Tokoh Inovatif Penegakkan Hukum “Tokoh Inovatif dan Inspiratif Sultra 2022, Sultra Award Kendari Pos” ini menjelaskan, kebijakan Kemendagri, 20 persen alokasi dana desa dapat digunakan untuk inflasi. Begitu pula alokasi dana tak terduga, yang sebelumnya digunakan untuk penanganan pandemi covid-19, saat ini digunakan untuk menangani inflasi.

Kata Ledrik, inflasi berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Program ini dilakukan, karena menurut beberapa analisis keuangan, bahwa tahun depan masuk pada tahap yang cukup berat bagi perekonomian.

Menurutnya, belum diketahui, sampai kapan krisis global akan berakhir, yang dapat berdampak buruk dari sisi energi maupun pangan. Sehingga intervensi pemerintah lewat kebijakan anggaran ini paling penting, agar komoditi-komoditi yang bisa berdampak langsung terhadap kebutuhan masyarakat, khususnya pangan, bisa stabil. Sehingga tidak terjadi gejolak, sebab bila terjadi gejolak, maka inflasi pasti akan terus bergerak naik.

Menekankan tindakan preventif

Lebih jauh Ledrik menuturkan, sedianya seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) diminta untuk melakukan hal yang sama, mengingat jangan sampai dana dimaksud disalahgunakan, atau jangan sampai ada regulasi yang dalam pelaksanaannya belum dipahami para aparatur. Kemudian timbul potensi pelanggaran hukum, lalu APH mengambil tindakan yang represif.

“Jadi diminta agar dihindari, jadi betul-betul tindakan preventif dalam hal ini sangat penting,” ujarnya.

Bila tidak mengutamakan tindakan preventif, bisa jadi timbul ketakutan dalam menggunakan anggaran dana desa, juga dana tidak terduga tersebut. Pada akhirnya, yang terjadi justru gelombang inflasi di daerah semakin tinggi. Dan akan menjadi percuma kebijakan pusat melonggarkan anggaran, untuk kemudian bersama-sama pemda dan pemerintah pusat, masyarakat menekan laju inflasi di daerah.

Menurutnya, APH wajib mendukung menekan laju inflasi. Semisal ada temuan-temuan, ada hal-hal yang menyimpang, baik administrasi, sampai pada adanya potensi kerugian negara yang timbul.

“Yah sepanjang itu kemudian bisa diselesaikan, APH harus memberikan penguatan. Tidak semua harus kita pidanakan,” ucapnya.

Dalam kondisi seperti saat ini, kata Ledrik, bila semua diancam pidana, siapa yang akan mau bekerja. Jadi pendekatan hukum, bukan sekedar bicara kwantitas, melainkan bagaimana kesadaran masyarakat bisa ditumbuh kembangkan, bisa tinggi.

Hukum adalah manfaat dan keadilan

Diungkapkan Ledrik, bahwa penegasan Jaksa Agung, pembangunan hukum harus memberikan manfaat dan keadilan, sehingga penegak hukum tidak boleh arogan. Pendekatan hukum kedepan harus lebih humanis, karena keberhasilan penegakkan hukum, bukan lagi diukur dari berapa banyak perkara korupsi yang diperiksa. Berapa banyak orang yang dipenjarakan, lembaga penegak hukum bukanlah industri, sebab kalau industri, semakin banyak produk yang dihasilkan, perusahaan untung.

“Kita menilai untung bukan disitu, semakin kecil kejahatan, semakin tinggi kesadaran masyarakat, kita berhasil. Maka penegakkan hukum itu berhasil,” jelasnya.

Membangun kesadaran hukum di wilayah kerjanya, Kejaksaan Negeri Buton gencar melakukan kegiatan penyuluhan, melalui program yang selama ini sudah berjalan, seperti La Jada (Layanan Adhyaksa Jaga Desa), La Haja (Nelayan Sahabat Jaksa), juga Wa Saru (Wadah Adhyaksa Sahabat Guru). Seluruh program kerja yang terbungkus dalam konsep P.A.K.E.M (Profesional, Akuntabel, Komitmen, Edukatif, dan Melayani), sudah dijalankan Ledrik bersama jajarannya.

“Program-program ini bertujuan agar bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat. Tidak bisa satu kali, harus rutin disampaikan, kasi penguatan,” ucapnya.

Selaku leading sector, Seksi Intelijen dan Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara. Pengawalan pengamanan dilakukan tim Intelijen, sedangkan pendampingan hukum dari tim Datun. Kedua tim harus bekerjasama, tidak boleh ada saing bersaing, dan harus memberikan penguatan yang sama kepada stakeholder.

Membangun masyarakat sadar hukum


Menjadi harapan Ledrik adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat, berulangkali ia sampaikan secara internal. Dengan P.A.K.E.M, bagaimana personil yang terbatas bisa bekerja maksimal, bekerja profesional, kemudian melahirkan program-program inovatif.

Ledrik pun tak menampik, kendala saat ini adalah keterbatasan SDM, juga pembiayaan. Oleh karena itulah maka diperlukan dukungan dari pemerintah daerah, yang ketika membangun hukum di wilayahnya, maka harus bersinergi dengan APH.

“Selama ini anggaran di bagian hukum sangat terbatas, seolah-olah ‘mereka berpikir bahwa pembangunan hukum itu tidak penting. Coba kita lihat, misal bagian hukum di wilayah Buton ini, berapa anggaran setiap tahunnya?,” vokalnya.

Pemerintah daerah sibuk membangun infrastruktur, dan terlupa bahwa kesadaran hukum masyarakat paling penting. Ledrik mendorong DPRD, dan Bupati, agar kedepan, anggaran bidang hukum dapat ditingkatkan.

Membangun Sinergitas

Kedepannya, lanjut Ledrik, pihaknya dapat bersinergi dengan APH lainnya, terus melakukan penyuluhan hukum, jangan bosan-bosan, terus dan terus. Sama halnya dengan pemerintah pusat, yang banyak menyelenggarakan kegiatan peningkatkan kapasitas SDM para aparatur sipil, dan aparat desa.

Sinergi APH bersama pemerintah daerah juga harus dibangun, sebab penting pemerintah daerah mendapat masukan dari APH, berapa angka kejahatan yang terjadi selama satu tahun diwilayahnya. Kejahatan apa yang menonjol, di suatu kecamatan, ataupun suatu desa. Sehingga ini bisa menjadi fokus program pemerintah daerah sendiri.

“Bupati Bupati dia tau, saya punya wilayah, di desa ini, kecamatan ini tinggi kejahatan menyangkut kekerasan terhadap anak, atau kekerasan terhadap perempuan. Maka program pemberdayaannya akan lari kesana. Bagamana memberikan akses keadilan kepada perempuan dan anak, program dinas terkait akan fokus kesana. Bicara pemulihan, ini harus dilakukan, kalau tidak dilakukan, maka tidak terarah,” jelasnya.

Dengan kerja-kerja terukur, Dinas yang bersangkutan juga bisa tepat sasaran dalam melaksanakan program. Maka perlu membangun koordinasi yang baik, pemerintah daerah dengan APH, agar kedepannya anggaran bagian hukum dapat lebih ditingkatkan.

Seterusnya, setelah mengidentifikasi setiap permasalahan terkait dengan tindak pidana yang menonjol, fokus untuk melakukan pembinaan, penyuluhan, atau penerangan hukum.
Bila sinergi dan program sudah berjalan baik, kesadaran hukum masyarakat tinggi, barulah meningkatkan pembangunan infrastruktur.

“Buat apa kita bangun infrastruktur, besoknya dirusakin. Kita bangun jalan dengan banyak lampu penerang, malam dikatapel, jatuh. Akhirnya daerah gelap gulit, dibangun kasi lampu, malamnya dikatapel. Dibangun itu solar sel, malam dipecahin,” ucapnya.

Mindset, masih lemahnya kesadaran hukum, kata Ledrik, warga berbuat bisa dipidana, tidak merasa memiliki, lemahnya a sense of belonging terhadap sesuatu di daerahnya. Ini yang perlu disadari terlebih dahulu.

Ia berharap, kesulitan SDM, biaya karena jarak yang begitu jauh, dapat diatasi dengan koordinasi, bantuan-bantuan yang dari pemerintah daerah.

Kepala Kejaksaan Negeri Buton yang resmi menjabat sejak 22 Agustus 2022 ini, sudah mengarahkan Kasi Intel untuk turun ke kecamatan-kecamatan, dan pada akhirnya akan dilakukan survey, untuk mengukur indikator pencapaian program yang telah dijalankan.

Ledrik menyebutkan, program yang dijalankan, kerja keras yang diterapkan, masyarakat yang harus menerima, atau merasakan manfaatnya. Jadi bukan tentang banyaknya APH turun ke lapangan, tetapi harus ada indeks, dan pada akhirnya dilakukan survey.

“Betul-betul apakah pelayanan hukum yang kita berikan selama ini, nyantol nggak?. Mampukah merubah dia punya cara berpikir, mampu nggak kita punya budaya kerja, itu. Kalau dia merasa bahwa itu berubah, dia berubah,” terangnya. (Red)

Baca juga ⬇️



Komentar