Mulai Berhitung Terhadap Perilaku Politik Swing Voters pada Kalangan Mahasiswa di Kota Baubau

Oleh: Andy Arya Maulana Wijaya dan LM. Azhar Sa’ban (Akademisi FISIP Universitas Muhammadiyah Buton)

Swing Voters dimaknai sebagai pemilih independen, kritis dan sulit untuk dapat ditebak alih-alih untuk dirayu sebagai simpatisan parpol atau calon tertentu. Jenis pemilih ini memiliki kecenderungan untuk terus meningkat jumlahnya dari tahun ketahun, dan bukan saja itu kelompok ini memiliki karakteristik yang terus beradaptasi dengan lingkungan sosial yang unpredictable.

Menariknya, tipologi perspektif dari swing voters ini juga dipengaruhi oleh kondisi lokasilitas dimana mereka berada, termasuk yang terjadi pada kelompok tersebut di Kota Baubau. Untuk mengetahuinya, kami melakukan survey secara online pada bulan mei 2022 lalu kepada 200 mahasiswa di se-Kota Baubau. Kategori ini dipilih berdasarkan indikator swing voters yang dianggap direpresentasikan pada mahasiswa, yaitu pemilih pemula, kritis, independen, perspektif dan tindakan politik mereka.

Ada apa dengan Swing Voters?
Menurut SMRC, swing voters merupakan perilaku pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai atau calon dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Dalam hal ini ada empat indikator ciri khas swing voters di Indonesia, yaitu ada perubahan peroleh suara dari pemilu ke pemilu; tidak bisa memilih secara spontan terhadap partai; tren dinamis pilihan pada calon atau partai tertentu; dan ada tren pilihan partai yang berbeda pada pemilih dari pemilu sebelumnya.

Dengan indikator tersebut, kami mencoba mendeskripsikan tipologi swing voters pada kalangan mahasiswa di Kota Baubau melalui dua perspektif yakni Perilaku Politik dan Pengetahuan Politik. Harapannya, kita dapat memulai kajian terhadap kelompok pemilih ini dan memprediksi cara untuk membangun pendidikan politik yang berkualitas pada kalangan mahasiswa serta menjadi rujukan bagi penciptaan demokratisasi di Kota Baubau dalam pemilu serentak tahun 2024 mendatang.

Sebagai undecided voters menurut sejumlah lembaga survey menyebutnya, kelompok swing voters secara nota bene merupakan kaum millenial. Kami menemukan kategorisasi yang serupa, kami mensurvey berdasarkan katagori usia terdapat 31,9 % responden berusia 17 – 20 tahun dan 50,5 % responden berusia 21-24 tahun, artinya kelompok terbesar responden adalah pemilih pemula atau pemilih muda yang paling tidak pernah mengikuti pemilukada serentak di 2020 yang lalu, untuk itu kelompok ini membutuhkan pendidikan politik yang berkelanjutan.

Disisi lain, kelompok ini sebanyak 12,2% responden mengaku belum mengetahui bahwa di tahun 2024 mendatang akan diselenggarakan pemilu dan pemilukada serentak, sedangkan 83,5% responden mengetahui helatan politik lima tahun tersebut, sedang 2% lainnya menjawab ragu-ragu dan tidak tahu.

Namun, kondisi yang hampir menunjukkan capaian yang sama pada indikator pengetahuan terhadap kepentingan mereka dalam pemilukada, dimana sebanyak 84,6% responden menyakini bahwa suara mereka dalam pemilukada akan menentukan masa depan daerah, serta sebanyak 8,8% responden menjawab belum tahu, dan 2% lainnya menjawab ragu-ragu dan tidak tahu pada indikator tersebut. Capain ini, tentu saja dapat menjelaskan bahwa pengetahuan politik kelompok pemilih ini di Kota Baubau sangat baik, hanya saja peluang untuk berubah dan beralih pilihan atau bahkan tidak memilih masih dikategorikan cukup potensial.

Hal ini kami simpulkan melalui pendapat responden terhadap fenomena perilaku politik uang dan mahar politik kepada pemilih, sebagai cara merayu pemilih yang cukup beragam. Sebanyak 33,9% responden mengakui masih ragu-ragu untuk menyetujuinya, 29,7% responden memberi jawaban tidak tahu, 24,2% responden menjawab perilaku seperti itu boleh saja dilakukan, dan 14,3% mengaku belum tahu tentang fenomena tersebut. Namun jawaban yang sangat berbeda ketika dihubungkan dengan karakteristik calon yang mereka pilih, dimana sebanyak 93,4% responden memberikan jawaban bahwa visi dan misi menjadi hal penting bagi mereka menentukan pilihan politiknya kepada calon dalam pemilukada nanti.

Dengan adanya indikator yang memiliki gap antara satu dan lainnya tersebut, mengindikasikan bahwa fenomena undecided voters akan sangat memungkinkan terjadi pada kalangan mahasiswa di Kota Baubau. Pada kajian Debora Sanur (2019) mengungkapkan bahwa keberadaan swing voters pada pilpres tahun 2019 berada dalam kisaran 7-13% dan menjadi salah satu faktor penentu dalam kemenangan paslon.

Dari penjelasan sebelumnya terhadap kelompok pemilih ini, kajian kami mengakui bahwa kepentingan politik mendatang akan sangat ditentukan dari mekanisme pendidikan politik kepada mereka. Partai politik dan kandidat dituntut untuk dapat mensosialisasikan dan menyakinkan masyarakat atau pemilih pemula dan pemilih muda ini bahwa merekalah yang terbaik. Hal ini penting karena bisa saja salah satu kunci kemenangan dalam pemilu serentak tahun 2024 mendatang ialah siapa yang bisa menyakinkan swing voters tersebut, sebagaimana pada pemilu sebelumnya.

Merayu Swing Voters
Meski dalam survey yang kami lakukan ini hanya pada kelompok mahasiswa, tidak berarti akan sangat membatasi fenomena politik lokal secara keseluruhan. Mengingat bahwa kelompok mahasiswa pada tingkat lokalitas utamanya di daerah pedesaaan, merupakan kelompok yang dapat memengaruhi pilihan kolektif masyarakat dimana mereka berasal.

Olehnya itu, kami mencoba memberikan indikator yang dapat menggambarkan perspektif mereka terhadap materi politik yang dapat dilakukan guna menyakinkan kelompok ini dalam menggunakan pilihannya. Kami membangunnya melalui tiga kategorisasi pertanyaan yang merujuk pada latar belakang calon, media dan issue yang sebaiknya dimiliki oleh calon dalam berkampanye.

Responden memilih sebanyak 83,5% pada pengalaman calon sebagai pertimbangan utama mereka menyukainya. Sedangkan, sebanyak 80,2% responden menempatkan program kerja sebagai materi kampanye yang menurut mereka menarik untuk diikuti. Sedangkan penggunaan media yang efektif menurut kelompok pemilih ini untuk mempelajari calon kandidat adalah media sosial yakni 53,8% responden serta bertatap muka dengan mereka dipilih sebanyak 50,5% responden.

Selain itu, menurut kelompok responden dalam survey ini mengakui bahwa mereka akan sangat tertarik dengan calon yang memiliki track record pada indikator kecerdasan sebanyak 74,7% responden, ketimbang kekerabatan 26,4% dan ketokohan 22% responden. Karenanya, pada indikator ini dapat dikategorikan bahwa swing voters di kalangan mahasiswa adalah juga pemilih yang terdidik.

Betapapun demikian, survey ini menyimpulkan bahwa issue yang paling relevan untuk dapat “merayu” partisipasi politik mereka adalah seputar pemberdayaan masyarakat, pendidikan, infrastruktur dan kemiskinan. Meski begitu, kami mengakui bahwa kelompok pemilih ini akan sangat adaptif pada beragam perubahan yang terjadi yang boleh jadi tidak terhubung langsung dengan lingkungan politik, misalnya perkembangan digitalisasi pada banyak elemen lingkungan masyarakat.

Akhirnya, temuan ini perlu menjadi perhatian partai politik dan penyelenggara pemilu sebagai salah satu cara untuk membangun demokratisasi yang sehat di daerah, selain itu indikator ini juga dapat menjadi sarana membangun materi pendidikan politik yang reliable dengan sasaran yang akan dituju, yakni kelompok pemilih pemula dan pemilih muda yang dalam kajian ini kami menyebutnya swing voters.

Komentar