“Oleh-Oleh” dari Sultra dan Warning KPK

JAKARTA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI semakin gencar, dan tak pernah surut mengungkap berbagai aksi oknum, konspirasi kelompok yang merugikan negara. Sejak didirikan 2002 silam, Lembaga anti rasuah ini telah mengembalikan Trilyunan uang Rakyat hasil jarahan para koruptor ke kantong kas negara.

Sudah hampir diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) KPK RI menunjukkan eksistensi profesionalitas, menangkap dan mengenakan rompi orange, hingga terhukum berat para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, berikut para pengusaha yang “bermain-main” dengan uang Rakyat.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sendiri, KPK RI telah menjalankan tupoksi supervisi pencegahan korupsi terintegrasi, terkait penindakan serta pencegahan tipikor di Bumi Anoa. Menyusul isu adanya oknum yang bakal terciduk pasca hadirnya Tim KPK RI di Sultra.

Publik Sultra kini menanti kepastian isu akan adanya oknum yang terjerat tipikor, pasca hadirnya tim KPK RI tersebut. Dalam suatu kesempatan, Wakil Ketua KPK RI Saut Situmorang kembali menegaskan, bahwa proses hukum dapat dilakukan, serta sanksi pidana tetap menanti pelaku tindak pidana korupsi (tipikor), meskipun telah mengembalikan uang hasil dugaan tipikor. Pengembalian uang tidak serta merta menghentikan proses hukum, juga sanksi pidana tipikor. Saut menjelaskan, ketentuan undang-undang, hal tersebut (pengembalian uang yang diduga hasil tipikor, red) tidak menghilangkan pertanggungjawaban pelaku tipikor.

“Tentu tidak dihentikan dan menghilangkan pidananya, karena memang peristiwa pidananya sudah selesai atau voltooid,” tegas Saut, dikutib dari Media Indonesia (mediaindonesia.com).

Vonizz.com melansir dari Media Indonesia, Saut Situmorang menuturkan, dengan adanya peristiwa pidana yang telah dilakukan, membuat koruptor yang telah mengembalikan keuangan negara sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, proses hukumnya tetap berjalan. Hal tersebut didasari sesuai Pasal 4 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001. Dalam aturan itu disebutkan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

“Acuan tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan, bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana korupsi,” ungkapnya.

Sementara terkait mekanisme pengambalian gratifikasi, dapat dilaporkan sejak awal, yaitu dalam waktu maksimal 30 hari kerja sejak gratifikasi tersebut diterima. Jika hal tersebut baru dilaporkan saat proses hukum dilakukan, maka tetap tidak menghapus jeratan pidana.

Masih dari pemberitaan Media Indonesia, Juru Bicara KPK RI Febri Diansyah menuturkan, pihaknya mengapresiasi adanya pengembalian uang dari para tersangka korupsi. Namun hal itu tetap tidak akan menghilangkan jerat pidana serta proses hukum yang dijalani oleh para terduga koruptor.

“KPK menghargai pengembalian uang atau barang yang pernah diterima dan juga pengakuan meski tetap tidak menghapus proses dan pidananya,” ujarnya. (sumber: MEDIA INDONESIA)

[RED]

Komentar