Pelabuhan Murhum “Sesak” dan Meratus Masuk Baubau, Urgen kah?

Kepala KSOP Kelas II Baubau Jasra Yuzi Irawan SE MM.

Baubau

Pelabuhan Murhum adalah pelabuhan yang letaknya strategis di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai titik transit yang menghubungkan jalur pelayaran wilayah barat dan timur Indonesia. Puluhan tahun sudah pelabuhan ini menjadi saksi aktivitas pelayaran, labuh tambat bersandarnya, naik turun kapal penumpang, bongkar muat kapal barang/cargo, hingga masuk beroperasinya perusahaan pelayaran penyedia container di Negeri Sarapatanguna, yang meliputi tersedianya barang kebutuhan sehari-hari, juga sembako masyarakat di wilayah Kepulauan Buton eks Kesultanan Buton.

Aktivitas di Pelabuhan Murhum saat ini semakin menggeliat, dan diwaktu-waktu tertentu ketika kapal penumpang PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni) bersandar, tak dapat terhindarkan “sesak dan macet-nya”. Pelabuhan Murhum dipadati penumpang, baik yang akan naik, maupun yang turun dari atas kapal. Belum lagi para pengantar yang berjubel, hendak mengecap kesan perpisahan dengan keluarga, kerabat, maupun teman, yang akan berlayar menumpangi kapal plat merah tersebut. Atau yang hendak menjemput sanak saudara mereka yang pulang dari perantauan.

Kendaraan roda empat, roda tiga maupun roda dua harus melambat, memasuki pintu gerbang dan parkir ditempat yang telah disiapkan di Pelabuhan Murhum. Tak terhindarkan puluhan kendaraan yang parkir tepat didepan pintu gerbang Pelabuhan Murhum, yang mengakibatkan semakin panjangnya macet di ruas Jalan Yos Sudarso tersebut.

Pelabuhan Murhum, didalamnya juga bertengger alat berat pengangkut kontener juga ribuan container (kontener) atau peti kemas, baik yang berisi (FT) maupun yang kosong (MT), milik PT SPIL dan PT SRIL. Belum lagi kendaraan trailer yang berlalu-lalang dengan beban angkut puluhan ton.

Sesak dan macetnya, serta padatnya aktivitas bongkar muat kontener di Pelabuhan Murhum, lantas bagaimana Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Baubau menanggapinya.

Penjelasan KSOP

Kepala KSOP Kelas II Baubau Jasra Yuzi Irawan SE MM memastikan pihaknya selaku penatakelola fasilitas Pelabuhan Murhum bekerja profesional, memaksimalkan kwalitas dan efektivitas agar masyarakat, khususnya pengguna jasa dapat terlayani dengan baik.

Jasra yang memimpin KSOP Kelas II Baubau sejak September 2021 sampai sekarang, mengatakan, sebagaimana diketahui bahwa satu-satunya pintu gerbang (Keluar-masuk) Pelabuhan Murhum tepat pada titik nol Kota Baubau. Yang memang tak bisa dipungkiri, dengan hanya adanya satu pintu, maka diwaktu-waktu tertentu akan terjadi kemacetan.

Jasra menyebut pihaknya telah ada alternatif, akan tetapi harus ada studi kedepan, bahwa dalam rangka pengembangan Pelabuhan Murhum, ada rencana untuk membuka satu pintu gerbang lagi, di sebelah Timur, tepatnya diantara Pelabuhan Ferry dan Masjid di Kelurahan Batulo Kecamatan. Lahan tersebut adalah milik Pemprov Sultra.

“Kita lagi minta lahan ke pak Gubernur supaya bisa diserahkan kepada Kemenhub. Itu kalau kita dapat nanti ada pengembangan pelabuhan. Jadi nanti pintu masuk/keluar pelabuhan ada dua, pintu barat dan pintu timur,” ujarnya.

Jasra meyakini, bila alternatif tersebut terealisasi, maka akan mengurangi kemacetan. Mengingat didepan pintu gerbang Pelabuhan Murhum terdapat lima ruas jalan, dengan arus lalulintas kendaraan yang terbilang cukup padat. Apalagi ketika bersandarnya kapal Pelni, bertepatan dengan kapal cepat rute Baubau-Kendari, kemudian juga kendaraan angkutan yang berhamburan tidak ada lahan parkir yang diatur khusus untuk mereka. Sehingga menumpuk padatlah di depan pintu gerbang Pelabuhan Murhum.

“Otomatis macet dan mengganggu semualah. Kita di pelabuhan juga terganggu, karena peti kemas tidak bisa keluar,” ujarnya.

Kepala KSOP yang sebelumnya bertugas di Semarang ini menguraikan, di Pelabuhan Murhum ada dermaga dua, dermaga tiga, finger satu, dan finger dua. Dermaga satu dipakai untuk kapal-kapal pasanger PT Pelni. Sebelah Timur untuk kapal cargo/peti kemas, bisa pula kapal semen. Sedangkan di finger satu dan dua, dialokasikan untuk kapal cepat dan juga untuk kapal-kapal cargo lainnya, yang membawa muatan strategis, seperti pupuk, sembako, dan lain-lain.

Peti Kemas


Menyangkut peti kemas, Jasra lanjut menjelaskan, bahwa kondisi saat ini baru dua perusahaan pelayaran peti kemas yang beroperasi di Pelabuhan Murhum, yakni PT SPIL dan PT SRIL. Dan dalam waktu dekat akan masuk lagi PT Meratus.

Ia berharap, masuknya Meratus bisa lebih tercipta iklim usaha yang kompetitif, dan berdampak positif pada tarif/biaya jasa pengiriman barang melalui peti kemas yang lebih rendah. Kemudian juga banyak pilihan bagi pengguna jasa peti kemas, sehingga masing-masing operator kapal peti kemas dapat bersaing secara sehat dengan terus meningkatkan pelayanan masing-masing.

Terkait daya tampung peti kemas di Pelabuhan Murhum, Jasra mengungkapkan saat ini ada beberapa lokasi penumpukkan peti kemas, dan kondisinya masih bisa menampung peti kemas yang ada saat ini, termasuk peti kemas milik Meratus nantinya. Dan sebelumnya telah dilakukan kajian, sehingga pihaknya berani menyatakan Meratus bisa masuk, karena lahan di Pelabuhan Murhum masih tersedia, tinggal penataannya saja.

Kata Jasra, perbulan ada dua kapal milik PT SRIL yang bersandar di Pelabuhan Murhum, dengan muatan sekitar 100 sampai 150 peti kemas. Sedangkan PT SPIL bervariasi, rata-rata bisa enam sampai tujuh kapal, dan Desember bisa sembilan kapal. Dan untuk Meratus diawal ini masih dibawah 100 peti kemas per kapalnya.

“Nanti kalau sudah masuk rencana trayek Meratus itu PP Surabaya-Baubau, Baubau-Surabaya, itu ya otomatis meningkatkan penggunaan dermaga kita,” optimisnya.

Menurutnya, keseluruhan aktivitas sandar dan bongkar muat peti kemas tidak mengganggu jalannya operasional kepelabuhanan, bahkan dapat dikatakan masih lancar sebab ketersediaan lahan dermaga masih cukup. Artinya, antri kapal sandar ke dermaga Pelabuhan Murhum masih ditingkat toleransi.

Disisi lain Jasra tak memungkiri Pelabuhan Murhum bila ada kegiatan embarkasi debarkasi penumpang kapal Pelni, dan bersamaan dengan turunnya penumpang kapal cepat (Kendari-Raha-Baubau, Baubau-Raha-Kendari), otomatis juga terganggu. Kondisi ini mengakibatkan aktivitas pengangkutan peti kemas terhambat, karena tidak bisa bermanuver, dan biasanya harus menunggu Pelabuhan Murhum sepi, untuk mereka melanjutkan kembali beraktivitas.

“Yah udah lumayan sepi penumpangnya, gak terlalu banyak lagi yang antri, mulai longgar longgar, baru beroperasi lagi,” ungkapnya.

Jasra menilai, selama ini menyangkut keluhan atau keberatan atas keterlambatan sandar kapal, bongkar muat barang, terlebih yang mengakibatkan bertambahnya biaya kelebihan waktu berlabuh (demurrage), juga biaya penumpukan barang dalam peti kemas, baik itu keluhan dari perusahaan pelayaran maupun perusahaan transportasi/pengangkut peti kemas, para distributor, ataupun masyarakat, masih dalam tingkat kewajaran. Kemacetan yang terjadi paling lama satu jam sampai dua jam saja, setelah itu sudah kembali lancar lagi, bahkan cenderung sepi.

Jasra juga memaparkan dampak positif atas masuknya Meratus di Baubau, pertama kunjungan kapal di Pelabuhan Murhum meningkat, sehingga akan meningkatkan juga penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kemudian, untuk masyarakat Kota Baubau, tentu dengan adanya tiga perusahaan penyedia peti kemas, otomatis akan kompetitif, dan biaya akan berkurang, bila dibandingkan hanya dua perusahaan.

Selanjutnya, ketepatan dan kecepatan muatan barang yang dipesan masyarakat semakin cepat, karena banyak pilihan jasa perusahaan pelayaran penyedia peti kemas. Apalagi Meratus dengan rute Surabaya langsung ke Baubau, dan begitu pula sebaliknya.

“Jadi tidak transit lagi di Makassar. Otomatis kalau langsung kan lebih cepat,” optimisnya.

Ia membeberkan, kapal milik Meratus akan masuk ke Baubau awal bulan depan. Saat ini Perizinannya sudah diurus, tinggal menunggu kesiapan kapal, dan kantor administrasi/pemasarannya.

KSOP sudah menyiapkan lahan penumpukan peti kemas Meratus, kapal sandar juga nantinya akan diatur sedemikian rupa, agar tidak kelamaan menunggu di dermaga.

Lebih lanjut Jasra menuturkan, sebelum datangnta tim Meratus, pihaknya juga sudah mengundang pimpinan PT SRIL dan PT SPIL, guna memberitahukan perihal akan masuknya Meratus di Baubau. Termasuk membahas tentang pembagian lahan penumpukkan peti kemas, yang direspon dengan baik.

“Jadi mereka setuju-setuju saja, gak ada masalah. Sementara koordinasi dengan para distributor adalah domain perusahaan pelayaran penyedia peti kemas. Operator peti kemasnya aja yang kira kumpulkan, dan kita sampaikan bahwa kemungkinan awal bulan depan ada pemain baru, Meratus, jadi saling berkoordinasi aja, saling berkolaborasi dalam hal penggunaan Pelabuhan Murhum. Dan saya kira dengan adanya pemain baru ini, pasti ada dampak positifnya, kalau dampak negatif tidak ada,” kuncinya.

Menyangkut jadwal sandar kapal di dermaga, KSOP nantinya akan menghidupkan kembali pusat pelayanan satu atap (PPSA), dengan menggelar rapat dua kali dalam seminggu (Senin dan Kamis), untuk mengatur penetapan jadwal sandar kapal. Dalam hal ini KSOP mengundang pihak keagenan atau pemilik kapal untuk mengikuti rapat, menyampaikan informasi rencana kedatangan kapal tujuh hari kedepan, jam berapa, dan berapa lama aktivitas yang akan dilakukan.

“Nanti disini kita tetapkan satu kapal itu berapa lama, berapa jam harus sandar. Sehingga dia gak ada waktu lagi untuk berlama-lama, selesai, keluar,” pungkas Putera Sumatera yang memulai karir di Lombok, dan sebelum bertugas di Baubau sudah bertugas di Pelabuhan Semarang, Ambon, Lombok, Labuan Bajo, dan Maumere.

Analisis Pembanding

Ditengah “Sesaknya” Pelabuhan Murhum, Kasamea.com menghimpun informasi dari sudut pandang pemerhati layanan publik (Anonim). Berikut rangkumannya:

Sebelum terus menambah aktivitas di Pelabuhan Murhum, sebaiknya KSOP sudah bisa mengurai “Sesak dan macet” dimaksud, dan bukan hanya baru sebatas wacana atau masih dalam proses. Sebab saat ini dengan masih menyatunya depo penumpukkan kontener dengan lahan parkir, sangat beresiko bagi keselamatan pengunjung Pelabuhan Murhum.

Permasalahan lahan, bila berhitung ketersediaan lahan di Pelabuhan Murhum, detailnya, berapa sisa luasannya?.

Masalah gronslod, apakah itu terpenuhi dengan luasan yang ada?, sementara di Pelabuhan Murhum saat ini, lahan yang tersedia tidak seluruhnya rata (Ada yang tidak rata). Dalam hal ini pemanfaatannya tidak bisa disamakan dengan lahan yang benar-benar rata, dengan asumsi tumpukkan maksimum. Dan aktivitas serta penumpukkan kontener diatas lahan yang tidak rata, justru bisa beresiko membahayakan.

Container Yard (CY) di Pelabuhan Murhum saat ini adalah jalur umum yang dilewati atau digunakan oleh semua pengguna jasa kepelabuhanan atau pelayaran. Sehingga berbicara tentang efektivitas, masih sangat jauh dari harapan. Belum lagi terkait ground slots, dimana harus pula disiapkan luasan lahan untuk pergerakan alat berat serta trailer pengangkut peti kemas dan aktivitas trucking lainnya.

Selanjutnya, masalah okupansi tingkat pemakaian dermaga. Dalam satu bulan berapa kali kunjungan kapal milik PT SRIL dan PT SPIL, termasuk kapal milik Dharma Ferry yang ikut sandar di dermaga timur Pelabuhan Murhum.

Di dermaga bagian barat bersandar kapal milik PT Pelni, yang cukup banyak, sekira 30 – 34 call. Sehingga bila dikalkulasi rata-rata perhari, misalnya dalam sehari dua sampai tiga kapal saja, akan terjadi antrian, dengan panjang dermaga timur yang tidak sampai 250 meter, sementara rata-rata panjang kapal kontener ada yang berukuran 130 meter, 150 meter, sampai 160 meter. Sehingga bila dua kapal bertepatan waktu sandar, maka akan “menggantung”, sebab ukuran panjang kapal melebihi panjang dermaga.

Belum lagi bila masuk kapal Roro, sekitar delapan kapal dalam perbulan. Sementara dermaga barat Pelabuhan Murhum tidak dapat digunakan untuk sandar kapal Roro tersebut, sehingga sangat memungkinkan akan terjadi kendala.

Selanjutnya, masalah pintu masuk pelabuhan yang hanya ada satu pintu. Disaat bertepatan angkutan logistik, dan angkutan penumpang kapal Pelni, seterusnya tambahan kapal-kapal pulau, kapal cepat Baubau-Kendari, akan terjadi macet di pintu masuk tersebut. Ini adalah masalah klasik yang terjadi di Pelabuhan Murhum.

Terkecuali bila akses pintu lain sudah dibuka disebelah barat atau timur Pelabuhan Murhum. Ada pintu keluar masuk, terpisah dan khusus untuk bongkar muat barang, dan khusus untuk penumpang, baru bisa mengurai kemacetan. Namun sepanjang hanya satu pintu, macet terus terjadi.

Ada pula kendala tersendiri. Tidak mungkin membatasi pergerakan penumpang, tidak mungkin membatasi pergerakan kendaraan-kendaraan umum. Otomatis yang harus dibatasi adalah pergerakan barang, dan bila pergerakan barang dibatasi, berarti akan terjadi keterlambatan distribusi, berpotensi mengakibatkan kelangkaan barang. Karena terlambat masuknya barang ke gudang, mempengaruhi terlambatnya penyaluran, dan otomatis akan terjadi kelangkaan barang, yang dapat berdampak pada terjadinya fluktuasi harga, bahkan kecenderungannya harga barang akan naik.

Sesungguhnya hal tersebut yang dihindari, karena tujuan pemerintah adalah mempercepat distribusi logistik. Pemerintah sudah menyampaikan, dan sudah melalui kajian untuk mengurangi disparitas antara wilayah timur dan barat Indonesia.

Hal diatas menjadi catatan penting, bila ada penambahan operator/perusahaan penyedia peti kemas di Pelabuhan Murhum, maka akan berpotensi mengakibatkan bertambahnya kemacetan, dan bisa berdampak pada keterlambatan distribusi barang kebutuhan masyarakat.

Belum lagi bila melihat jalan daerah yang masih sempit, sementara volume barang yang turun selama ini sudah cukup banyak. Perlu pengembangan pintu gerbang pelabuhan, termasuk akses jalan, juga kabel-kabel yang melintang di jalan.

Dengan hadirnya Meratus, di Baubau akan beroperasi tiga perusahaan pelayaran penyedia peti kemas. Diprediksi, hal ini tidak akan signifikan mempengsruhi turun atau lebih murahnya tarif/biaya pengiriman dan bongkar muat barang. Kompetisi pelayanan tidak serta merta akan merubah tarif/biaya dimaksud, sebab setiap perusahaan akan berhitung untung rugi dalam operasionalnya.

Lantas, adakah payung hukum yang mengikat dan berkonsekuensi pada sanksi berat untuk tiga perusahaan tersebut, agar tidak “memainkan” atau menaikkan tarif/biaya dimaksud?. Bisakah KSOP memastikannya secara tertulis bukan hanya dari lisan?, agar kompetisi pelayanan terbaik dan turunnya tarif/biaya tak hanya sebagai lip service, atau iming-iming pemanis telinga masyarakat sebagai penerima manfaat.

Se-urgen apa, menambah operator peti kemas atau menambah pintu masuk/keluar Pelabuhan Murhum Baubau, serta menyudahi “sesak” dan “macet”?!.

(Kasamea.com masih berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada pihak PT Meratus, PT SRIL, PT SPIL, serta pihak terkait lainnya). (Red)

















































Komentar