Kendari
Kejaksaan Negeri Buton masih terus mengumpulkan data dan keterangan dugaan tindak pidana korupsi belanja jasa konsultasi penyusunan dokumen studi kelayakan bandar udara kargo dan pariwisata (Bandara Busel), pada Dinas Perhubungan Kabupaten Buton Selatan, Tahun Anggaran 2020.
Penyidikan yang dilakukan lembaga Adhyaksa yang dipimpin Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH MH, terkini telah sampai pada ekspos Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Sulawesi Tenggara (BPKP Sultra).
Ekspos terkait penghitungan kerugian keuangan negara, digelar di kantor auditor internal pemerintah tersebut, di Kendari, Rabu (31/5/23). Yang juga dihadiri Kepala Seksi Intelijen dan Kepala Seksi Barang Bukti Kejari Buton.
“Tahapannya masih ada pemeriksaan saksi dan ahli,” jawab Kasi Penkum Kejati Sultra, Dody. Menjawab pertanyaan “mengapa belum dilakukan penetapan Tersangka” atas kasus yang terendus total lost tersebut.
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara/daerah hingga Rp 1.612.992. 000 (Satu milyar enam ratus dua belas juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu rupiah), yaitu nilai kontrak, setelah dikurangi pajak. Nilai kontrak sebesar Rp 1.848.220.000 (Satu milyar delapan ratus empat puluh delapan juta dua ratus dua puluh ribu rupiah).
Tim Penyelidik/Penyidik Kejari Buton telah meminta keterangan puluhan orang, baik pihak PT TATWA JAGATNATA selaku konsultan pelaksana, pihak Dinas Perhubungan, maupun pihak-pihak dilingkungan Pemkab Busel, serta pihak terkait lainnya.
Kejari Buton menduga, mulai dari proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan, terdapat perbuatan melawan hukum yang berdampak pada perbuatan Tipikor, diantaranya:
-Tidak ada proses perencanaan kegiatan dimaksud, dalam hal ini penyusunan RAB, RKA, dan pengusulan program dalam rencana kerja Dishub Busel;
-Melakukan pelelangan paket pekerjaan dengan nama paket yang tidak tertera pada DPA Dishub Busel T.A 2020;
-Pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan metode pelaksanaan, sehingga pembuatan laporan pelaksana pekerjaan dibuat tidak sesuai dengan fakta-fakta kajian dilapangan;
-Menggunakan dokumen tidak benar dan dilampirkan dalam laporan akhir kegiatan;
-Membuat kesimpulan laporan yang tidak benar dalam laporan akhir kegiatan;
-Membuat Laporan Pertanggungjawaban Keuangan yang tidak benar.
Pasal sangkaan, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam proses perkembangannya nanti, Kejari Buton tak menutup kemungkinan, akan mempersangkakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Redaksi)
Berita terkait ⬇️
Komentar