Rektor dan BPH UM Buton Disomasi

kasamea.com BAUBAU

Nasrudin Lamablawa melalui kuasa hukumnya Adv Apri Awo SH CIL resmi melayangkan Surat Somasi kepada Rektor dan Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Buton (UM Buton), sebagaimana tertuang dalam Surat Somasi Nomor : 015/S-ADV/A.A/VIII/2020 ditujukan kepada BPH UMB dan Surat Somasi Nomor : 016/S-ADV/A.A/VIII/2020 yang ditujukan kepada Rektor UM Buton, Selasa 18 Agustus 2020, sekira Pukul 10.29 Wita. Surat Somasi diterima Security UM Buton.

Somasi adalah buntut dari pemecatan Nasrudin tertanggal 5 Agustus 2020 oleh BPH UM Buton Nomor : 012/Tahun 1441 H/2020 M, Tentang Pemberhentian Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam UM Buton, dan Surat Rektor Universitas Muhammadiyah Buton Nomor : T/135/UMB.R/KP.02.02/2020. Tanggal 15 Dzulhijjah H./ Tertanggal 05 Agustus 2020.

Dalam rilis pers, Apri Awo menguraikan pokok Somasi :

Pertama, bahwa dalam Surat Keputusan Nomor : 012/Tahun 1441 H/2020 M, sebagaimana tersebut pada ketentuan Menimbang huruf (a) menyatakan “bahwa berhubung dengan adanya Tindakan Pelanggaran ‘Asusila dan Amoral’ yang berdampak pada pencemaran nama baik UM Buton melalui ‘Media Sosial Messenger’ adalah point utama yang menjadi penyebab dipecatnya Nasrudin, yang telah mengabdi selama 12 tahun sejak diangkat menjadi dosen tetap tahun 2008 silam.

Bahwa terhadap ketentuan sebagaimana pada huruf (a) tersebut, yang pada pokoknya menyatakan “Adanya Tindakan Asusila dan Amoral” belum memiliki dasar hukum atau putusan inkracth dari Lembaga yang berwenang untuk memutus atau memvonis perihal Tindakan Asusila dan Amoral dimaksud, sehingga menjadi dasar mengeluarkan Surat Keputusan untuk memberhentikan secara tidak hormat Nasrudin.

Sebab, ‘Tindakan Asusila’ yang dimaksud dalam Surat Keputusan BPH UM Buton adalah perbuatan Tindak Pidana sebagaimana ketentuan Pasal 281 KUHP, Pasal 282 KUHP, dan Pasal 283 KUHP dan Pasal 27 ayat (1) juncto 45 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Oleh karena itu, untuk membuktikan telah terjadi suatu Tindakan Asusila sebagaimana tersebut dalam Surat Keputusan BPH Nomor : 012/Tahun 1441 H/2020 M, Tentang Pemberhentian Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam UM Buton dan Surat Rektor Universitas Muhammadiyah Buton Nomor : T/135/UMB.R/KP.02.02/2020. Tanggal 15 Dzulhijjah H./ Tertanggal 05 Agustus 2020, adalah kewenangan absoluth Lembaga Peradilan yang telah memiliki Kekuatan Hukum Tetap (Inkracht).

Begitupula dengan ‘Tindakan Amoral’ yang dimaksud dalam Surat Keputusan BPH Nomor : 012/Tahun 1441 H/2020 M, Tentang Pemberhentian Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam UM Buton dan Surat Rektor Universitas Muhammadiyah Buton Nomor : T/135/UMB.R/KP.02.02/2020. Tanggal 15 Dzulhijjah H./ Tertanggal 05 Agustus 2020, adalah perbuatan baik dan buruk seseorang atau tepatnya berkaitan dengan Kode Etik seorang Pegawai pada suatu institusi. Dalam hal ini seyogiyanya yang dapat melakukan pembuktian Tindakan Amoral tersebut adalah wewenang Lembaga Kode Etik Kampus UM Buton.

Kedua, Sdr Nasrudin tidak pernah diberi kesempatan untuk mengklarifikasi atau diberi ruang untuk melakukan pembelaan diri sebab diduga Rektor UM Buton telah  mengeluarkan Surat Rektor UM Buton Nomor : T/135/UMB.R/KP.02.02/2020. Tanggal 15 Dzulhijjah H./ Tertanggal 05 Agustus 2020 yang menjadi dasar pemecatan kemudian dieksekusi oleh BPH pada tanggal 5 Agustus 2020.

“Tidak cukup 1 x 24 jam reputasi dan pengabdian klien kami selama ini pupus tanpa proses klarifikasi, apalagi pembelaan atas tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya, tanpa proses peradilan maupun sidang kode etik profesi oleh Lembaga berwenang,” tegas Apri Awo.

Ketiga, diduga kuat Pemecatan terhadap Nasrudin atas dasar desakan dan intervensi dari pihak yang tidak bertanggungjawab, bukan murni hasil kajian akademisi UM Buton, apalagi berdasarkan kajian hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, pada tanggal 5 Agustus 2020 sejumlah orang tidak dikenal, diduga berjumlah 12 orang menyambangi Kampus Islam tersebut, dengan menunjukan sebuah foto yang diduga Nasrudin kepada Rektor dan BPH, kemudian mendesak agar mengeksekusi (memberhentikan, red) Nasrudin dalam tempo 1×24 jam.

“Alhasil, SK pemecatan pun dikeluarkan oleh BPH UM Buton atas usulan Rektor UM Buton pada hari itu juga,” ungkap Apri Awo.

Keempat, Akibat Surat Keputusan Rektor dan BPH UM Buton tersebut, Sdr Nasrudin telah mengalami Kerugian Materil maupun Immateril, bahkan sanksi social dari lingkungan masyarakat sekitarny. Misalnya, dua hari pasca Keputusan itu (pemberhentian, red) dikeluarkan, ketika yang bersangkutan menjadi Imam di Mushola UM Buton, tidak ada Dosen atau Pegawai UM Buton yang mau menjadi makmumnya. Belum lagi sanksi sosial terhadap anak-anak dan keluarga besarnya, yang telah dicemarkan dengan tuduhan yang keji, tanpa proses pembuktian (tabayyun) terlebih dahulu.

Kelima, berdasarkan proses yang tidak manusiawi terhadap dirinya, Nasrudin menuntut kepada BPH dan Rektor UM Buton untuk :

(1) Kepada BPH UM Buton, “Segera MENCABUT Surat Keputusan Ketua BPH UM Buton, Nomor : 012/Tahun 1441 H/2020 M, Tentang Pemberhentian Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam UM Buton atas nama Nasrudin Lamablawa SPd I MA, karena diduga Cacat Hukum; dan kepada Rektor UM Buton, untuk “Segera mencabut Surat Nomor : T/135/UMB.R/KP.02.02/2020. Tanggal 15 Dzulhijjah H./ Tertanggal 05 Agustus 2020, karena diduga pula Cacat Hukum;

(2) Untuk Keduanya “Segera melakukan Permohonan Maaf kepada Sdr Nasrudin Lamablawa, SPd I MA, melalui 10 Media Online dan Minimal dua Media Cetak” dan

(3) Segera membayar kerugian Materi dan Immateril yang dialami Sdr Nasrudin Lamablawa SPd I MA sebesar Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar Rupiah), dealine time (3 x 24 Jam), setelah surat Somasi diterima oleh masing-masing pihak dimaksud.

Keenam, bahwa apabila dalam kurun waktu (3×24 jam) yang telah ditentukan tersebut tidak dilaksanakan, maka sudah cukup beralasan hukum oleh pihak Nasrudin Lamablawa SPd I MA untuk segera melakukan upaya hukum, dengan melaporkan keduanya kepada pihak yang berwajib, atas dugaan Pencemaran secara Tertulis sebagaimana ketentuan Pasal 310 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama satu (1) tahun empat (4) bulan; Pangaduan Fitnah sebagaimana ketentuan Pasal 317 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama empat (4) tahun; Parsangkaan Palsu, Pasal 318 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama empat (4) tahun;

“Ketujuh, Surat Somasi tersebut ditembuskan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Jakarta dan Yogjakarta, Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, di Yogyakarta, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tenggara di Kendari, dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Baubau, di Kota Baubau,” demikian uraian Apri Awo dalam rilis pers.

[RED]

Komentar