Serah Terima Aset Buton – Baubau Tak Harus Persetujuan DPRD Buton. Awas Salah Aturan!

OPINI : Apriludin SH

Penulis seorang Advokat, Praktisi Hukum, Ketua LBH HAMI

Tentang Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Buton yang menyatakan bahwa harus ada persetujuan DPRD Kabupaten Buton mengenai penyerahan aset dari Pemerintah Kabupaten Buton kepada Pemerintah Kota Baubau, dan juga harus menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Seharusnya diperjelas, Permendagri nomor berapa, tahun berapa, dan tentang apa?.

Menurut Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Buton, penyerahan aset dari Pemkab Buton kepada Pemkot Baubau ada tiga cara, yakni Hibah, Pinjam Pakai, atau Risalah.

Menurut Penulis kurang tepat, bila pendapat ini yang selalu diulang-ulang oleh Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Buton. Karena terkait penyerahan aset dari Pemkab Buton kepada Pemkot Baubau, ketentuan yang harus digunakan bukanlah Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Permendagri ini tidak ada korelasinya/ kaitannya sama sekali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001tentang Pembentukan Kota Baubau, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk.

Jadi untuk Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk, khususnya mengenai polemik aset antara Pemkab Buton dan Pemkot Baubau, seharusnya menggunakan dua Produk Hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau, dan secara teknis diatur melalui Keputusan Menteri Nomor 42 Tahun 2001. Sampai saat ini kedua aturan tersebut masih berlaku dan tidak dicabut.

Coba kita lihat Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, ini tidak mengatur Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk. Bila ketentuan ini yang digunakan oleh DPRD Buton dan Pemkab Buton dalam rangka Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk, maka tidak akan nyambung. Karena nomenklatur hukumnya sangat jelas perbedaannya.

Memang kalau kita melihat pada Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, pada Bab X titel PEMINDAHTANGANAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 329 ayat 2, maka kita akan melihat Bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi:
a. penjualan;
b. tukar menukar;
d. hibah; atau
e. penyertaan modal pemerintah daerah.

Namun yang sesuai dengan Fakta Hukum yang terjadi setelah lahirnya Undang-Undang Terbentuknya Kota Baubau ditahun 2001, maka akan berkonsekuensi adanya penyerahan aset yang berada di daerah Kota Baubau (Daerah Yang Baru dibentuk). Sesuai dengan kehendak UU tentang Pembentukan Kota Baubau.

Hal ini jelas diatur pada Pasal 14 ayat 1
yang berbunyi: untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan Kota Bau-Bau, Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait, Gubernur Sulawesi Tenggara, dan Bupati Buton sesuai dengan kewenangannya menginventarisasi dan menyerahkan kepada Pemerintah Kota Bau-Bau hal-hal yang meliputi:
a. pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Kota Bau-Bau;
b. barang milik/kekayaan negara/daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton yang berada di Kota Bau-Bau sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buton yang kedudukan dan kegiatannya berada di Kota Bau-Bau;
d. utang-piutang Kabupaten Buton yang kegunaannya untuk Kota Bau-Bau; dan
e. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Bau-Bau.

Selanjutnya terkait dengan Tata Cara atau Pedoman Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk pada Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2001 menjelaskan “Tata cara inventarisasi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat diatur oleh Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, lahirlah Keputusan Mendagri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru Dibentuk. Dalam ketentuan ini pada Pasal 2 ayat 1 menyebutkan, Barang milik Daerah atau yang dikuasai dan atau yang dimanfaatkan Pemerintah Kabupaten induk yang lokasinya berada dalam wilayah Daerah yang baru dibentuk, WAJIB diserahkan dan menjadi milik Daerah yang baru dibentuk.

Jika kita melihat pernyataan Wakil Ketua 1 DPRD Kabupaten Buton yang menjelaskan, bahwa terkait dengan Penyerahan Barang kepada Daerah Yang Baru Dibentuk harus ada Persetujuan DPRD. Mengenai serah terima barangnya itu regulasi dimana?. Kan tidak nyambung kalau yang digunakan adalah Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah Yang Baru di bentuk.

Dari namanya berbeda, tentu penggunaan ketentuan hukumnya juga berbeda pula, digunakan di dua hal yang berbeda.

Dengan lahirnya Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tidak mencabut Keputusan Mendagri Nomor 42 Tahun 2001, karena memang tidak ada kaitannya sama sekali.

Harapan kami, agar pihak terkait taat peraturan perundang-undangan, dan tidak keliru menafsirkan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Agar tidak terjadi polemik.

Terkait dengan opini yang dibentuk oleh Wakil Ketua DPRD 1 Kabupaten Buton yang menjelaskan bahwa Kota Baubau adalah Peningkatan Status dari Kotif menjadi Kota Madya adalah pandangan yang keliru. Karena dalam landasan Yuridisnya tidak ada Peningkatan Status Kotif Baubau, tetapi yang ada Penghapusan Status Kotif Kemudian Dibentuk Kota Baubau sesuai Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2001.

Hal ini agar masyarakat tahu bagaimana isi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau. Jadi jangan mempelintir isi dari Undang-Undang.

Komentar