U. Rachman
Baubau
Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan dinilai mengancam penegakkan hukum di Indonesia. Hal ini diungkapkan Wakil ketua Pokdarkamtibmas kota Baubau, U. Rachman.
Rachman mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang dengan maksud untuk memperluas kewenangan dalam bentuk Dominus Litis, justru akan mengancam penegakkan hukum, yang tidak profesional, dan proporsional. Bahkan dapat menghambat dan memperlambat proses hukum itu sendiri.
Menurutnya, dapat dibayangkan, bila dalam suatu perkara yang sudah dilaporkan masyarakat ke istitusi penegak hukum, belum bisa berjalan sebab dari Kejaksaan belum memberikan persetujuan. Arti Dominus Litis adalah sebagai pengendali perkara, artinya seluruh perkara yang ditangani para penegak hukum, baik itu Polisi, KPK, dan lainnya, dalam pengendalian Kejaksaan.
“Kondisi tersebut tidak baik, nanti muncul sifat ego institusi. Disuatu sisi dalam tata pemerintah status mereka sejajar, khususnya Kejaksaan dan Polri,” jelasnya, Selasa (18/3/25).
Kata Rachman, dalam KUHAP, tugas dan wewenang Kejaksaan dan Polri sudah jelas, Polri sebagai penyelidik dan penyidik, sedangkan Jaksa sebagai penuntut. Hukum saat ini sudah bagus, tinggal penegak hukumnya yang harus profesional.
Rachman menguraikan, untuk menghindari ketidakprofesionalan, dan terhambat serta terlambatnya penegakkan hukum di Indonesia, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, harus ditolak secara bersama-sama. Karena dampaknya tidak baik untuk sistem hukum Indonesia, sistem hukum yang saat ini sudah bagus, jangan dikotak-katik lagi, yang justru berpotensi menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat.
Rachman sebelumnya sudah memikirkan dampak kontraproduktif yang akan terjadi. Bila nanti ada masyarakat yang datang mempertanyakan perkembangan kasus, antar pihak penegak hukum akan saling melempar tanggung jawab.
“Masyarakat akan dibuat seperti bola pingpong. Tolak revisi undang-undang Kejaksaan,” pungkasnya. (Redaksi)
Komentar