Jaksa Agung ST Burhanuddin Sang Tokoh Inspiratif

Kapuspenkum Dr Ketut Sumedana mewakili Jaksa Agung menerima trofi “Tokoh Inspiratif Penegakkan Hukum Humanis untuk Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak”.

Jakarta

Liputan6.com memberikan penghargaan kepada para tokoh inspiratif, mulai dari tokoh dibidang pertanian, tenaga kerja, hukum, dan lainnya. Penghargaan sesuai dengan tema yang diangkat yakni “Akses Hukum dan Ekonomi Bagi Perempuan dan Anak Indonesia”.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Dr Ketut Sumedana hadir mewakili Jaksa Agung, menerima trofi penghargaan tersebut.

Kapuspenkum menerangkan, dalam setiap tindak pidana apapun, baik itu tindak pidana umum, tindak pidana khusus, dan tindak pidana lainnya, sebagian pihak yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Terlebih perkara terkait dengan kejahatan seksual yang sulit mengungkap dari sisi alat bukti. Termasuk dalam hal ini perkara yang melibatkan orang terdekat, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Untuk itu, hal tersebut harus menjadi perhatian serius oleh Kejaksaan RI, dan karenanya dikeluarkan Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana,” urai Kapuspenkum melalui keterangan tertulisnya.

Tujuan penerbitan pedoman ini, lanjut Kapuspenkum, untuk optimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Baik sebagai pelaku, korban, dan saksi dalam proses penanganan perkara pidana, diberbagai proses tahapan, mulai dari penyelidikan sampai proses eksekusi.

Jaksa sebagai posisi sentral penegakkan hukum harus memiliki kepekaan nurani, sebab banyak kejadian menjadi viral ketika kita tidak bisa menjelaskan secara jelas tentang hak-hak perempuan dan anak menjadi korban tindak pidana. Seperti kasus revenge porn di Pandeglang, tuntutan rendah pemerkosaan di Langkat, hingga yang paling viral yaitu kasus Herry Wirawan yang memperkosa 13 santri sampai melahirkan.

“Semua hal tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi Jaksa di daerah yang menangani perkara tersebut, dimana tidak saja menggunakan hati nurani tetapi memiliki kepekaan sosial, psikologis, dan sensitivitas terhadap korban. Di samping itu, Kejaksaan RI juga telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tetang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” urainya lagi.

Dalam peraturan tersebut, penyelesaian perkara mengacu pada pendekatan sosial, dengan mengakomodir kepentingan korban dalam penyelesaian perkara. Semoga penghargaan ini dapat menginspirasi, dan menjadikan penegakkan hukum lebih baik dan menghormati hak-hak perempuan serta anak. (Redaksi)