Babak Baru Seni Rupa Islami di Indonesia

Okky Madasari.

Jakarta

Pameran Seni Rupa Islami (lukisan kaligrafi) di Indonesia memasuki babak baru. Disebut demikian karena pada pameran “Marhaban Ya Ramadhan” di Galeri Neo, Jakarta, 22 Februari – 9 Maret 2025, dikuratori oleh perempuan. Bahkan selain itu, 4 dari 15 pesertanya juga perempuan dari berbagai kota di tanah air.

Perempuan yang didaulat menjadi kurator itu, yakni Okky Madasari, Ph.D (Yogyakarta), yang selama ini dikenal luas sebagai sastrawan dan sosiolog Indonesia. Sedangkan para  seniman laki-laki yang dikuratori itu, adalah para dedengkot kaligrafer, maupun perupa muslim senior seperti Dr. Didin Sirojuddin AR, Syaiful Adnan,  Badrus Zaman, Isep Misbah, Yusuf Susilo Hartono, dan Said Akram.

Serta para seniman laki-laki muda dengan jam terbang tinggi, yakni Ilham Khoiri, Kurnia Agung Robiansyah, Ujang Badrussalam, dan Muna Dianur.

Fakta yang terjadi dilapangan ini, menunjukkan sebuah dinamika baru yang sedang terjadi paling anyar, dalam konteks penerimaan gender di dunia seni rupa islami. Bila selama ini terstigma bahwa dalam ranah seni kaligrafi, perempuan selalu dibawah kuasa “maskulin”, saatnya stigma itu berakhir.

Kalangan perupa muslim/kaligrafer laki-laki, telah memberi kesempatan dan jalan bagi lahirnya kaligrafer-kaligrafer perempuan, bahkan kurator perempuan yang mumpuni.

Hal ini disambut gembira oleh aktivis perempuan, antara lain ulama Prof. Musdah Mulia. Bahkan saat dikirimi undangan pembukaan, perempuan yang tidak lelah memperjuangkan dan mengangkat derajat perempuan setara dengan pria, langsung mengapresiasinya.

“Thanks undangan berharga ini, saya usahakan datang. Saya gak mau kehilangan momen penting ini,” tulisnya via WhatsApp kepada kawannya, Yusuf Susilo Hartono, penggagas pameran ini.

Spiritualitas dan Feminitas

Dalam kurasinya Okky Madasari menulis, sebagai satu kesatuan 15 seniman dengan 42 karya (lukisan kaligrafi dan instalasi) yang dipamerkan ini, menciptakan sejarah kecil dalam sekala besar sejarah seni di Indonesia, dengan menghadirkan berbagai keunikan, terobosan dan inovasi.

“Para seniman ini menunjukkan bagaimana seni Islam, yang meski datang bersama agama dari Timur Tengah, sudah menyatu dengan budaya dan semangat lokal. Menjadi salah satu tulangpunggung seni Indonesia, dan bukan lagi sebagai catatan kaki sejarah seni negeri ini,” terangnya.

Lebih jauh, Okky mencatat bahwa dari sisi individu, setiap karya menarik kita untuk tenggelam dalam pengalaman keindahan spiritualitas, sambil merasakan semangat gugatan akan terwujudnya dunia yang berkeadilan.

Secara khusus, seniman-seniman ini menyuarakan penderitaan Palestina, yang berlangsung tanpa henti akibat kebiadaban Israel, sambil mengirim harapan dan doa agar bangsa ini akhirnya mendapat keadilan dan kemerdekaan,” ungkapnya.

Adapun empat seniman perempuan yang tampil dalam pameran ini, bukan sekedar tempelan atau pelengkap. Karya- karya mereka mnyentuh hati, dan layak mengundang pujian tinggi, sejajar dengan karya perupa laki-laki.

Ini menunjukkan bagaimana Islam adalah ruang bagi lahirnya gagasan perempuan, termasuk dalam berkesenian. Karya-karya seniman perempuan ini mencoba keluar dari konvensi, sambil tetap mempertahankan ciri-ciri Islam -klasik atau modern.

Misalnya Anis Affandi asal Tangsel, dengan karya instalasinya”Message in the Bottle”; seniman Ternate Fadriah Syuaeb membela palestina dengan karyanya “Sejarah Kebenaran Negeri”; Qonita Farah Dian asal Yogyakarta menampilkan huruf-huruf dengan warna feminis, dalam lukisan  petikan Seri Asmaul Husna ” 9 dari 99 “; dan Fatma Amilia asal Gresik, tampil dalam feminisnya yang kuat dalam karyanya”Monogami”; menggelorakan semangat perlawanan terhadap poligami. (Redaksi)

Komentar