Kendari
Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara sangat menyayangkan tindakan penyidik Propam Polresta Kendari, yang diduga memaksa dua jurnalis menjadi saksi penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum polisi, terhadap korban seorang ibu rumah tangga.
Melalui Wakil Ketua dan Koordinator Divisi Advokasi, Sukardi, JMSI Sultra menegaskan, bahwa hal tersebut bertentangan dengan prinsip perlindungan kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Jurnalis yang diduga dipaksa menjadi saksi adalah Samsul jurnalis Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah jurnalis Simpul Indonesia. Keduanya diduga mengalami intimidasi, 3 Februari 2025, yang diduga dilakukan penyidik Propam Polresta Kendari, memaksa keduanya memberikan keterangan terkait pemberitaan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang anggota kepolisian.
“Informasi yang diperoleh oleh kedua jurnalis tersebut berasal dari narasumber, yang merupakan korban kekerasan seksual, yang identitasnya dijaga kerahasiaannya,” ungkap Sukardi.
Sukardi menguraikan, bahwa tanggal 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kasi Propam Polresta Kendari, AKP Supratman, dengan nomor Spg/06/II/Huk.12.10.1/2025/Sipropam. Keduanya diminta untuk memberikan kesaksian lebih lanjut terkait peliputan kasus tersebut.
Disebutkan, tindakan Propam Polresta Kendari sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Bahwa jurnalis memiliki hak tolak yang melindungi mereka dari kewajiban untuk mengungkapkan identitas atau informasi dari narasumber yang dijaga kerahasiaannya. Pasal 1 butir 10 UU Pers menyebutkan bahwa hak ini diberikan untuk melindungi jurnalis dari pertanggungjawaban hukum atas karya jurnalistik yang mereka buat.
“Pasal 4 ayat (4) menggarisbawahi bahwa hak tersebut hanya dapat dicabut oleh pengadilan, dan itu hanya untuk kepentingan umum atau keselamatan negara,” jelasnya.
JMSI Sultra menegaskan bahwa pemanggilan jurnalis sebagai saksi dalam kasus ini berpotensi menciptakan ketidakpastian dan ketakutan dikalangan jurnalis.
“JMSI Sultra berharap agar aparat penegak hukum dapat lebih menghormati hak-hak jurnalis dan menjaga kebebasan pers sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sukardi menjelaskan bahwa Ketua Dewan Pers – Kapolri – Jaksa Agung telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama mengenai Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
“Propam Polresta Kendari sebaiknya tidak memaksakan keduanya untuk menjadi saksi dalam tindak pidana yang berkaitan dengan karya jurnalistik,” tegasnya. (Redaksi)
Komentar