Buton Selatan
Sejak Desember 2022 sampai awal Januari 2023 Indonesia bak terkena demam permainan lato-lato. Seketika permainan ini seolah menghipnotis, hingga diganrungi tak hanya oleh anak kecil, melainkan juga para remaja juga orang dewa pun ikut memainkannya. Namun belakangan, permainan yang diluar negeri disebut clackers ball ini dilarang di beberapa negara, juga di beberapa daerah di belahan bumi Nusantara.
Dinas Pendidikan Kabupaten Buton Selatan (Disdik Busel) ikut menyikapi fenomena lato-lato, hingga melarang permainan ini dimainkan di sekolah dasar juga sekolah menengah pertama. Merujuk pada UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, larangan diserukan oleh Kepala Disdik Busel La Makiki, dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah.
“Bersama seluruh Kepala Sekolah kami telah menyepakati melarang permainan lato-lato dimainkan di sekolah (SD-SMP) di Busel. Masing-masing menghimbau, menyosialisasikan kepada seluruh siswa-siswinya,” tegas La Makiki, usai pertemuan dengan para Kasek di gedung Lamaindo, Rabu (11/1/23).
Terdapat beberapa pertimbangan logis yang mendasari larangan tersebut, yakni dampak kurang baik bila lato-lato dimainkan di sekolah, dan yang paling utama adalah mencegah terjadinya cedera. Bermain Lato-lato di sekolah juga bisa mengganggu konsentrasi belajar siswa.
La Makiki juga menghimbau para orang tua mengawasi putera-puterinya di rumah, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Seperti diketahui, jika tidak dimainkan dengan hati-hati, lato-lato bisa mengakibatkan gigi patah, benjol, memar, mata bengkak, bila karena terkena hentakkan lato-lato. Bila pecah, serpihannya bisa melukai wajah atau mata.
Kasamea.com merangkum, Senin 9 Januari 2023 detik.com melansir, lato-lato sempat hits di tahun 1990-an. Saat dimainkan, dua bola plastik atau pendulum itu memantul satu sama lain dan menimbulkan bunyi ‘klak’ yang memuaskan. Namun, dibalik viralnya mainan permainan ini, ternyata menyimpan sejarah kelam di masa lalu.
Dikutip dari Ravalli Republic, tujuan dari permainan ini adalah memungkinkan dua bola saling beradu secepat mungkin dan sekeras mungkin. Hal inilah yang membuat mainan tersebut bisa hancur dan pecah.
Mainan ini sempat dilarang di beberapa negara. Hal tersebut dikarenakan lato-lato dianggap berbahaya hingga memicu korban. Dikutip dari New York Times, pada tahun 1971, Food and Drug Administration Amerika Serikat (FDA) melaporkan setidaknya ada empat orang yang mengalami cedera akibat permainan lato-lato di negara tersebut.
Komisaris FDA mengatakan bola plastik clacker beberapa kali pecah menjadi pecahan tajam. Dua anak telah menerima luka di dekat mata dari pecahan yang beterbangan, dan luka serupa dialami oleh dua orang dewasa. Karenanya, FDA mengeluarkan peringatan publik usai ada laporan empat kasus tersebut. Larangan permainan lato-lato ini juga kemudian menjadi kabar gembira bagi orang tua di Amerika Serikat waktu itu. Hal ini disebabkan permainan yang dinilai berbahaya itu akhirnya menghilang dari pasaran.
Mesir
Lato-lato juga dilarang beredar di Mesir. Sebab, pada tahun 2017, mainan tersebut dianggap melecehkan Presiden Mesir Abdul Fattah as-Sisi.
Kala itu, lato-lato disebut sebagai Sisi’s balls yang artinya mengacu pada testis atau organ reproduksi presiden tersebut. Karenanya, mainan tersebut juga dianggap melecehkan pemerintah.
Di samping itu, baru-baru ini juga beredar kabar soal korban lato-lato di RI. Adapun kabar tersebut beredar dari pesan berantai yang menyebut anak bermain lato-lato tak sengaja mengenai bola mata. Disebut bocah SD tersebut mengalami cedera parah, bahkan kebutaan.
Meskipun begitu, Belum ada informasi yang jelas di balik keterangan viral anak yang disebut buta akibat terkena mainan lato-lato. Baik dari lokasi kejadian hingga kronologi yang terjadi.
Sebelumnya 5 Januari 2023, USS FEED (ussfeed.com) melansir “Lato-Lato: Mainan Edukasi Hukum Newton yang Kini Dilarang di Berbagai Negara”. Lato-lato ternyata udah ada dari tahun 1960-an.
Buat banyak anak, mainan ini mungkin dikenal sebagai fenomena baru. Namun sejarah mencatat, lato-lato ternyata udah ada dari era 1960-an. Ketika itu, mainan tersebut diperkenalkan sebagai mainan edukasi sebelum akhirnya ditarik dari peredaran.
Mainan tersebut dikenal dengan sebutan clackers balls, click-clack atau knockers hingga Italia yang disebut “Lato” (bahasa italia yang berarti sisi samping). Digadang-gadang memberikan pemahaman terhadap dua hukum gerak Newton; tentang benda yang bergerak cenderung tetap bergerak dan setiap tindakan akan menyebabkan reaksi yang sama dan berlawanan.
Namun alih-alih belajar, mainan tersebut malah menuai reaksi negatif. Selain dianggap berisik, lato-lato juga dianggap berbahaya karena bisa berubah menjadi proyektil yang bisa menyebabkan kebutaan.
Puncaknya terjadi pada tahun 1971. Ketika itu, Food and Drug Administration (FDA) yang bertanggung jawab untuk keamanan publik. FDA menetapkan standar baru untuk produsen mainan yang kemudian menjadi hambatan besar buat pembuat lato-lato. Imbasnya, mainan tersebut pun ditarik dari pasar. Peraturan yang sama juga berlaku di Kanada karena alasan senada.
Di Indonesia, mainan tersebut mulai populer pada tahun 1990-an. Namun kini, ketika mainan tersebut populer lagi, muncul larangan untuk memainkan lato-lato di sekolah. Setidaknya hal tersebut terjadi di Pesisir Barat Lampung.
Disdikbud wilayah tersebut merujuk pada UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Atas dasar tersebut, pihak Disdikbud Pesisir Barat Lampung mengeluarkan surat imbauan kepada Kepala Satuan Pendidikan se-Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Erwin Kostalani, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat, Lampung, meminta agar semua kepala sekolah satuan pendidikan segera memberitahukan imbauan tersebut kepada para siswa.
“Kami menilai permainan ini akan memberikan dampak yang kurang baik jika dimainkan di lingkungan sekolah,” beber Erwin Kostalani, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat, Lampung, dilansir dari Tribun, Rabu (4/1/2023).
“Untuk itu kita minta agar para kepala sekolah mensosialisasikan surat imbauan ini kepada seluruh siswa,” ungkapnya.
Teori homo ludens dan interaksi pasca pandemi
Di sisi lain, mainan lato-lato masih ada faedahnya. Hal ini diamini oleh dosen program studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari.
Menurutnya, lato-lato adalah bukti peran manusia sebagai homo ludens alias makhluk yang suka bermain selalu memiliki permainan tren di setiap eranya, mengikuti perkembangan ekonomi dan zaman.
“Masing-masing zaman atau era selalu punya zeitgeist atau yang kita sebut sebagai jiwa zaman. Kebetulan, sekarang permainan lato-lato. Siapa yang menyebabkan permainan tersebut populer, salah satunya produsen media permainan anak dan saya kira hal ini akan berulang pada waktu mendatang,” jelasnya dilansir dari laman resmi Unair pada Kamis, 5 Januari 2022.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa lato-lato menyimpan sejumlah pelajaran penting buat anak-anak mengingat mainan tersebut viral setelah pandemi.
“Anak-anak bisa berinteraksi sehingga permainan tersebut menjadi media interaksi bagi mereka. Di samping itu, nilai kompetitif dalam permainan tersebut juga berkaitan dengan kemampuan atau skill mereka sehingga muncul perlombaan dan sebagainya,” tutupnya. (Red)
Komentar