Isu Kesehatan pada Gelaran Pemilu: Kajian Preventif dalam Mewujudkan Paradigma Kesehatan Fisik dan Mental

Penulis: La Ode Ahmad Mardin, S.Gz
Mahasiswa S2 Program Studi Magister Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin

Waktu terus bergulir, dan saat ini telah berada dipenghujung tahun 2023. Ini artinya sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2024, yang kerap kali disebut juga sebagai “Tahun Politik”. Hal ini karena pada tahun 2024 ada serangkaian “Pesta Demokrasi” yang akan diselenggarakan oleh Bangsa Indonesia. Gelaran pesta demokrasi ini akan dimulai pada tanggal 14 Februari 2024, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif. Selanjutnya pada tanggal 27 November 2024, juga akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak.

Pemerintah saat ini mulai memperkuat koordinasi, mulai dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan penyelenggaraan pemilu ini dapat berjalan dengan lancar. Setidaknya, saat ini telah dilakukan pemutakhiran data pemilih, penetapan panitia pengawas pemilu, dan tentunya logistik dalam pelaksanaan pemilu pun sudah direncanakan dengan baik. Hanya saja, isu terkait kesehatan juga perlu dimasukkan, dan menjadi bagian yang harus dipersiapkan dengan baik.

Masih segar diingatan kita gelaran Pemilu tahun 2019 silam, setidaknya tercatat 894 Petugas Pemungutan Suara (PPS) meninggal dunia, dan 5.175 orang jatuh sakit dalam Pemilu 2019, yang dilaporkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini seyogianya menjadi refleksi, untuk mengikutsertakan aspek kesehatan dalam perencanaan, hingga pelaksanaan pemilu.

Sampai saat ini, kejadian pada penyelenggaraan pemilu tahun 2019 tersebut, masih menyisakan polemik ditengah masyarakat, terkait penyebab pastinya. Namun terlepas dari hal tersebut, isu yang terpenting saat ini adalah bagaimana mengoptimalkan berbagai upaya preventif, untuk mencegah kejadian serupa tidak terulang lagi. Upaya-upaya preventif perlu dilakukan dalam menyongsong pesta demokrasi tahun 2024.

Pada tahap awal, skrining kesehatan perlu dilakukan pada semua petugas/panitia yang terlibat dalam pemilu. Hal ini termasuk memasukkan persyaratan kesehatan dalam rekrutmen Petugas Pemungutan Suara (PPS), yang jumlahnya paling banyak terdampak pada pemilu 2019 yang lalu. Tidak hanya itu, monitoring status kesehatan juga perlu dilakukan secara berkala pada PPS yang telah diterima.

Hal ini perlu diperketat, seiring dengan penyelenggaran pemilu yang semakin dekat, dimana ada kecenderungan beban kerja juga akan meningkat. Pada mereka yang teridentifikasi mengalami masalah terkait kesehatan, harus dipersiapkan alur pelayanan kesehatan dan pembiayaan yang jelas, juga skenario, jika petugas tersebut tidak dapat melanjutkan tugas. Disinilah simpul pengendalian pertama yang harus dijalankan, bagaimana mewujudkan sistem yang sensitif, untuk mendeteksi risiko kesehatan petugas pemilu secara dini, sehingga penanganan lebih awal dapat dijalankan.

Upaya memperkuat status kesehatan petugas pemilu, lebih lanjut dapat dilakukan melalui pemenuhan asupan gizi yang baik. Ada berbagai skema yang dapat dilakukan untuk memastikan asupan petugas pemilu adekuat. Salah satunya, dapat dijalankan dengan memberikan tunjangan lauk pauk selama menjalankan tugas, ataupun melalui skema pemberian sembako secara langsung. Tidak hanya memastikan akses pangan yang berkualitas, upaya mempertahankan kesehatan juga dapat dilakukan dengan memberikan suplemen kesehatan, yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Pengaturan jadwal dan beban kerja, juga menjadi aspek penting lainnya yang harus diperhatikan. Jadwal kerja perlu didistribusikan dengan baik dan merata, agar petugas dapat beradaptasi. Peningkatan beban kerja yang terlalu ekstrim disatu waktu, bisa menimbulkan shock, dan dapat berdampak langsung pada kondisi kesehatan. Oleh karena itu, perlu mengatur ritme kerja yang baik, termasuk pembagian waktu kerja, dan istirahat secara jelas. Penyesuaian disini, mencakup pula bagaimana mewujudkan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, termasuk memperhitungkan ergonomika kerja yang lebih sesuai.

Pada tahap penyelenggaraan, perbekalan kesehatan harus dipersiapkan pula. Obat-obatan dan Kotak P3K, menjadi bagian dari logistik pemilu yang harus ada. Sehingga, jika ada kondisi kedaruratan, pertolongan pertama dapat dilakukan, sebelum mendapatkan penanganan lebih lanjut oleh tim medis. Penyelenggara pemilu harus berkoordinasi dengan baik dan intensif dengan otoritas kesehatan setempat, untuk mengantisipasi berbagai kondisi yang mungkin terjadi selama gelaran pemilu.

Isu kesehatan pada petugas/panitia penyelenggara pemilu, hanyalah sekelumit masalah dari sedemikian isu kesehatan yang lain, yang perlu diantisipasi pada penyelenggaraan pemilu. Kita bersepakat bahwa COVID-19 belumlah usai. Meskipun status pandemi COVID-19 telah resmi dicabut oleh pemerintah sejak Juni 2023, namun angka konfirmasi kasus COVID-19 masih berfluktuasi. Terlebih pada pelaksanaan pemilu, sudah barang tentu mengumpulkan orang dalam jumlah yang banyak.

Baru-baru ini, pada tanggal 04 Desember 2023, Direktur Jenderal Kesehatan Kementerian Kesihatan Malaysia melaporkan kasus baru COVID-19 mengalami peningkatan sebesar 57,3%, dari 2.305, menjadi 3.636 kasus. Peningkatan kasus COVID-19 juga terjadi di Singapura, dimana terjadi peningkatan dua kali lipat dalam sepekan, mencapai 22.094 kasus. Oleh karena itu, penyebaran kasus COVID-19 masih perlu diwaspadai dalam gelaran pemilu mendatang. Dalam upaya pengendalian COVID-19 pada saat pelaksanaan pemilu, semestinya tidak hanya logistik pemilu yang dipersiapkan, tetapi juga logistik Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) seperti masker, hand sanitizer, pengukur suhu tubuh, dan lain-lain.

Selain kesehatan fisik, kesehatan mental pada momen pemilu tidak dapat dikesampingkan. Belakangan ini, kesehatan mental sudah menjadi perhatian banyak kalangan, dan sekaligus menjadi isu kesehatan global. Kesehatan mental terkait langsung dengan kondisi kejiwaan, psikis, dan emosi seseorang. Dalam pelaksanaan pemilu, terjadi persaingan dan kompetesi antarcalon yang tentu dalam prosesnya membutuhkan banyak efforts mulai dari tenaga, fikiran, hingga biaya yang tidak sedikit. Wajar saja, bagi calon yang kalah tidak jarang mengalami depresi yang cukup berat, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada kesehatan fisik juga.

Oleh karena itu, bagi setiap calon yang berkompetisi, harus mempersiapkan mental dengan baik, untuk menerima apapun hasil pemilu nantinya. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial, tentu sangat berarti dalam mengatasi gejolak batin yang terjadi.

Dengan demikian, tidak hanya penyelenggaraan pemilu yang dipastikan berjalan dalam suasana yang sehat (kondusif), tetapi juga semua pihak yang terlibat, harus dipastikan tetap dalam kondisi kesehatan yang prima, baik kesehatan fisik maupun mental.

Komentar