Jakarta
Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana, kembali menyetujui 13 dari 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice).
Kapuspenkum Kejagung RI Dr Ketut Sumedana, Rabu (8/3/23) menerangkan, 13 permohonan RJ yang disetujui, yakni :
Tersangka OCTAVIANUS PUDI dari Kejari Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka RINDI OKTAVIANDI DA COSTA dari Kejari Bitung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka REZALDI dari Cabang Kejari Parigi Moutong yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka TALIB ABDULLAH alias IPI dari Kejari Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka NURHAFNI AHMAD, A.Md, KEP alias APIN dari Kejari Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka IRWANSYAH bin RAZALI dari Kejari Aceh Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka ASTUTI binti (alm) SUHATMA dari Kejari Tangerang Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka AGUNG SAPUTRA bin SYAFRUDIN dari Kejari Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ALFITRIYANTO THALIB alias ARI dari Kejakri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka MUSRIM alias MUS bin MUSTAMIN dari Kejari Bombana yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka JAYA MUNA bin LA MALAHA dari Kejari Muna yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka CHELMIWATI dari Kejari Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka GUNTUR IRAWAN bin SALEHUDIN dari Kejari Berau yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian, Tersangka telah meminta maaf, dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Kemudian, Tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan, karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Selanjutnya, pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Sementara, berkas perkara atas nama Tersangka DAHLIA dari Kejari Bima yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Redaksi)
Komentar