Menyambut Krisis Ekonomi

Oleh : MUHAMAD YUSUF, SE., M.Si 

Baubau  21/04/2025


Diruang penjara yang lembab, Nabi Yusuf Alaihissalam bermimpi ia melihat tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus. Mimpi itu membuat sang Nabi bergegas bangun lalu diceritakannya mimpi itu kepada kawannya. Lantas mimpi itu sampai pula ke telinga Raja atas cerita kawannya.

Berkat cerita tentang mimpi itu pula Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara, dihadapan Raja Nabi Yusuf menafsirkan mimpi tersebut sebagai pertanda akan datangnya masa subur selama tujuh tahun diikuti oleh masa paceklik selama tujuh tahun. Ia pun meminta kepada Raja, agar memerintahkan kepada Rakyat Mesir agar menimbun gandum sebagai cadangan pangan.

Nabi Yusuf juga meminta Kepada Raja agar mengatur penduduk Mesir agar tidak berlebihan dalam makan. Dengan cara tersebut penduduk Mesir berhasil melewati masa paceklik tanpa mengalami kelaparan.

Musim kemarau berkerabat dengan krisis dimasa lampau. Setiap paceklik yang mencekik para pemimpin dituntut memiliki mental krisis yang luar biasa, salah satunya Syaidina Umar bin Khattab RA. Yaitu saat Kota Madinah dan sekitarnya dilanda kekeringan dan ladang – ladang nihil hasil, beliau berijitihad untuk dirinya sendiri  dan keturunannya: Tidak akan meminum susu hanya makan roti tawar dan minyak samin. Beliau pun meminta Masjid Nabawi terbuka untuk pengungsi dan setiap satu kepala orang Madinah menerima satu pengungsi sekaligus berbagi jatah makan.

Krisis itu dapat dilalui dengan kepemimpinan bermental krisis. Dalam susasana genting ataupun aman pemimpin memang harus memberi teladan agar rakyatnya juga memiliki ketabahan dalam melewati kesulitan.

Krisis hari ini tak melulu kekeringan, Krisis Keuangan diabad modern, selain dipicu perubahan iklim, juga umumnya dipicu oleh kerakusan manusia. Malaise atau Great Depression pada 1930 rasa sakitnya terasa dari New York sampai Hindia Belanda, pemicunya setahun sebelumnya, perdagangan yang tak menguntungkan membuat bursa saham New York jeblok, diikuti penukaran Dollar dengan emas secara besar-besaran karena labilnya mata uang dollar.

Cadangan dollar pun tergerus. Disisi lain badai debu yang terjadi di Panhandle di Texxas menyebabkan gagal panen. Banyak Bank yang bangkrut karena kepanikan masyarakat yang menarik uang mereka secara massal.

Sejarah itu terulang pada 2008 yang kembali mengingatkan umat manusia perihal bahayanya riba dan ketamakkan manusia. Kala itu kebijakan pemerintah Amerika  mendorong semua orang agar memiliki rumah dengan jalan kredit tak berbuah manis. Pasalnya masyarakat yang tak layak mendapat kredit rumah diberikan kemudahan.

Parahnya lagi, utang-utang kepemilikan rumah itu dijaminkan lagi oleh perbankan untuk mendapatkan suntikan dana. Lalu penyuntik dana juga menjual portofolio utang itu untuk mendapatkan dana ditempat lain, seperti di Eropa dan Asia. Akhirnya, saat masyarakat gagal bayar, ekonomi Amerika dan dunia roboh layaknya susunan rumah kartu. Itulah mengapa krisis keuangan 2008 disebut subprime mortgage crisis (Krisis hipotek subprime).

Krisis 2008 sangat terasa ke berbagai belahan dunia, yang efeknya hingga satu dekade lebih. Mengerem laju pertumbuhan Indonesia sekalipun. Kini krisis juga mengintip dalam bentuk lain. Perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina yang didukung oleh Eropa dan Amerika Serikat sebelum pemerintahan Presiden Donald Trump.

Perang antara Israel dan Hammas, membuat ekonomi dunia pontang panting. Perang Rusia Ukraina menciptakan krisis energi di Eropa Barat. Raksasa ekonomi Eropa seperti Jerman dan Prancis terengah-engah ekonominya akibat pasokan energi murah tak lagi memanjakan produksi industri mereka. Akibatnya daya saing mereka lemah yang memicu serangkaian krisis di Inggris Raya hingga Eropa.

Lalu Donald Trump Presiden baru Amerika Serikat juga mengancam sana sini untuk menaikan bea masuk. Trump seperti tidak menyadari, dunia yang kian menyatu akibat globalisasi dan internet, sangat mudah berubah ketika salah satu titik bermasalah. Sebagaimana Rusia mengalihkan gasnya ke China dan menjual murah gasnya ke Uni Emirat Arab, yang kemudian diekspor ke Jerman.

Terlepas dari masalah global yang mengancam ekonomi dalam negeri, kita harus Kembali mengingat nasehat  para Ulama tentang enam Tabiat Luhur agar dalam menghadapi krisis ekonomi Umat Islam harus bisa rukun, kompak, kerjasama yang baik dan dalam kehidupan sehari hari bisa muzhid muj’hid (hidup efisien dan berhemat), jujur dan amanah.

Secara sosial, agar setiap warga masyarakat  berupaya menjaga agar menjalankan empat roda  berputar : Mengajari yang tidak bisa, Membantu yang tidak mampu, Mengingatkan yang lupa, hingga Mengarahkan yang salah untuk kembali benar dan memperbaiki kesalahannya.

Dalam konteks ekonomi, empat roda berputar ini mampu menjaga stabilitas, meskipun goncangan krisis bisa terasa hingga masyarakat paling bawah.

Komentar