Tantangan Kesehatan Kota Baubau

Oleh Hasrida Hamid

Kepala Bidang Pelayanan Penunjang RSUD Baubau, Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan daerah bertanggungjawab untuk pemenuhan kesehatan yang menjamin kehidupan masyarakat yang sehat. Salah satu dari tujuan utama penyelenggaraan kesehatan itu adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan.

Pertanyaannya bagaimana kondisi kesehatan Kota Baubau, utamanya menyangkut tiga problem kesehatan ditengah warga kota?

Tiga problem

Bila merujuk data Survei Kesehatan Indonesia atau SKI 2023, terdapat tiga problem pokok kesehatan yang mesti menjadi perhatian bersama.

Pertama, angka prevalensi stunting. Stunting atau tengkes merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat malnutrisi yang berlangsung lama. Pada dasarnya, stunting bisa dicegah dengan rutin melakukan identifikasi dini (skrining) atastumbuh kembang sejak bayi baru lahir.

Upaya menurunkan angka stunting masih menjadi prioritas dalam program nasional. Dalam RPJMN 2025-2029, target capaian nasional prevalensi stunting 2025 sebesar 18,4 persen, dan di tahun 2029 sebesar 14,4 persen.

Data SKI 2023 menunjukkan tren angka stunting yang cenderung menanjak hampir di seluruh Indonesia, baik di level provinsi, maupun kab/kota. Angka nasional hanya turun 0,1persen dari 21,6 persen ke 21,5 persen. Khusus untuk Provinsi Sultra, angka stunting mengalami kenaikan dari 27,7 persen menjadi 30 persen.

Dari angka diatas, hanya terdapat 6 kab/kota dari 17 kab/kota yang mengalami penurunan angka stunting, yaitu Kabupaten Muna, Muna Barat, Konawe, Konawe Kepulauan, Bombana dan Buton Tengah. Adapun Kota Baubau, mengalami kenaikan dari 26 persen menjadi 29,7 persen. Angka terakhir ini, mengkonfirmasi bahwa tren stunting di Kota Baubau meningkat.

Bila merujuk target capaian nasional 2025 di angka 18,4 persen, capaian Kota Baubau masih cukup jauh dari target.

Kedua, angka kematian ibu atau AKI. Angka kematian ibu adalah kematian perempuan yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya. Target AKI dalam RPJMN 2025-2029, tahun 2025 sebesar 122 kasus per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2029 sebesar 85 kasus per 100.000 kelahiran hidup.

Lalu bagaimana dengan Kota Baubau? AKI Kota Baubau 2024 sebesar 156 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Di mana terdapat 5 kasus kematian ibu saat masa hamil, melahirkan, dan nifas. Angka AKI Kota Baubau ini, jauh lebih tinggi dari target nasional. Fakta ini tidak bagus.

Kasus kematian ibu di Kota Baubau, umumnya terjadi di fasilitas kesehatan rumah sakit pada saat ibu tersebut dirujuk melahirkan. Kondisi ibu yang sudah memburuk kesehatannya saat dirujuk ini diakibatkan oleh: (a) rendahnya kuantitas dan kualitas Ante Natal Care atau pemeriksaan selama kehamilan, (b) deteksi resiko dan penyulit, serta (c) rujukan yang terlambat.

Ketiga, Penanganan TBC. Penyakit tuberkulosis atau TBC merupakan permasalahan kesehatan yang saat ini jumlahnya masih sangat tinggi. Dari jumlah penderita, Indonesia menempati posisi kedua tertinggi di dunia setelah India. WHO Global Tubercolusis Report tahun 2023 melaporkan, estimasi angka kejadian TBC di Indonesia sebanyak 1.060.000 kasus atau setara dengan 385 kasus per 100.000 penduduk.

Target Nasional insidensi atau kejadian tuberkulosis berdasarkan RPJMN tahun 2025-2029, adalah 272 per 100.000 penduduk di tahun 2025, dan 190 per 100.000 penduduk di tahun 2029.

Pada tahun 2025, Kementrian Kesehatan menargetkan satu juta kasus TBC bisa terdeteksi. Target ini bertujuan untuk menemukan dan mengobati TBC lebih cepat.  Menurunkan kasus TBC termasuk dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat Presiden Prabowo. Target yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah 50persen penurunan insiden TBC, serta 70 persen penurunan kematian TBC dibandingkan tahun 2024.

 Tahun 2024, Dinas Kesehatan Kota Baubau diberi target Kementerian Kesehatan untuk menjaring 871 kasus. Dari 871 kasus yang ditargetkan itu, telah berhasil didiagnosa 824 kasus (94,6 persen), dan yang menjalani pengobatan hanya 580 kasus (70,38 persen).

Adapun realisasi capaian insiden tuberkulosis untuk Kota Baubau tahun 2024 sebesar 489 per 100.000 penduduk. Angka capaian ini, nyaris dua kali lipat dari target capaian nasional.

Hal ini menunjukan masih banyaknya kasus-kasus yang sudah terdiagnosis yang tidak mendapat pengobatan secara adekuat atau memadai. Kasus-kasus inilah yang akan menjadi sumber penularan di masyarakat.

Kerja bersama diperlukan
Kesenjangan antara target dan capaian yang diraih Kota Baubau dalam ketiga masalah kesehatan ini, membutuhkan suatu kerja bersama. Di mana target pelayanan kesehatan harus dilakukan dengan prinsip utama promotif, preventif, dan rehabilitatif–selain kuratif dan paliatif.

Program pembenahan dan perbaikan akses dan mutu pelayanan kesehatan adalah kuncinya. Agenda programatik yang akan dilakukan dapat dimulai dari:

(1) Evaluasi menyeluruh terhadap kesenjangan antara target dan realisasi. Supaya dapat diketahui secara menyeluruh masalah dan hambatan yang ditemui di lapangan. Langkah ini mesti dipimpin langsung oleh Wali kota;

(2) Menyusun ulang perencanaan kesehatan daerah yang disesuaikan dengan target RPJMN 2025-2029 bidang kesehatan;

(3) Pararel dengan itu, penting diperbaiki pola relasi komunikasi untuk mengintensifkan sosialisasi ke masyarakat. Caranya, dengan memperkokoh fungsi dan peran Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu yang telah ada (existing) di setiap kelurahan.

Gagasan ini dapat dimulai melalui kebijakan pro-kader dengan cara menaikkan insentif kader Posyandu yang saat ini senilai Rp 100.000 per bulan, nilai yang sudah bertahun-tahun tidak pernah naik. Serta mendorong adanya program dokter komunitas (community doctor atau community physician). Dimana dokter Puskesmas diterjunkan secara rutin untuk mengadakan kunjungan dari rumah ke rumah (door to door) bersama kader Posyandu dan dikoordinasikan dengan pihak kelurahan serta RT/RW. Kegiatan ini untuk sosialisasi sekaligus deteksi dini terhadap ketiga problem kesehatan diatas. Dititik inilah kepemihakan dan peran Wali kota sebagai leader of city sangat diperlukan.

Komentar