Baruga Keraton Wolio
Baubau
Dalam rangka pelestarian budaya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Baubau memfasilitasi penerbitan buku Historiografi Baruga Keraton Wolio. Kamis 30 Oktober 2025, organisasi perangkat daerah (OPD) yang dipimpin Dahrul Dahlan tersebut, menggelar seminar.

Diikuti unsur pemerintah daerah, para tokoh budaya, tokoh masyarakat, mahasiswa dan siswa sekolah menengah atas, seminar diselenggarakan di Baruga Keraton Wolio (tepat didepan masjid Agung Keraton Wolio). Bertujuan untuk mengulas kembali sejarah Baruga yang direvitalisasi 2023 lalu tersebut.

Sekretaris Bappeda Baubau, Sabaruddin, mengungkapkan, pelestarian budaya adalah salahsatu program prioritas pemkot. Dan Baruga Keraton Wolio merupakan peninggalan sejarah eks Kesultanan Buton.
“Bappeda berperan dalam merencanakan pembangunan, tanpa mengabaikan peradaban pendahulu. Sejarah merupakan salahsatu indikator pembangunan daerah,” ungkapnya.
Visi Misi Walikota-Wakil Walikota Baubau, salahsatunya program prioritas pengembangan pembangunan melalui pendekatan budaya. Budaya salahsatu indikator untuk menjadikan Baubau lebih maju.
Output seminar, kata Sabaruddin, akan dituangkan dalam buku berjudul Historiogafi Baruga Keraton Wolio, yang akan didistribusikan juga ke OPD teknis, masyarakat, para tokoh budaya, juga tokoh agama. Dengan harapan ağar dapat dipahami, dipelajari oleh seluruh lapisan masyarakat Baubau.
Melalui seminar, dua orang narasumber budayawan-akademisi, La Öde Abdul Munafi dan Imran Kudus mengekspos hasil riset tentang Baruga Keraton Wolio, dari aspek kesejarahan, arsitektural, filosofis, dan pelestariannya. Termasuk aspek historis Baruga Keraton Wolio mengejawantah sepanjang sejarah Kesultanan Buton, yang diperkirakan telah ada sejak awal.
Kemudian, Baruga Keraton Wolio memiliki multifungsi dalam sistem di negeri berfalsafah Sara Patanguna ini. Fungsi politik sebagai tempat/ruang bermusyawarah para pejabat Kesultanan, juga digunakan dalam mekanisme atau tahapan saat proses penobatan Sultan Buton.
Kemudian untuk penyambutan pasukan Kesultanan Buton yang kembali dari medan perang, juga dalam pelaksaan upacara keagamaan. “Jadi itu menunjukkan bahwa Baruga Keraton Wolio tidak hanya berfungsi sebagai ruang politik, tetapi juga ruang sosial budaya. Bahkan ruang yang sakral dalam konteks kehidupan kenegaraan di Buton,” jelas Munafi.

Munafi mengulas bahwa Baruga Keraton Wolio sebagai monumen bangunan baru diadakan tahun 1994, sejak terakhir dibangun era 1938. Menunjukkan bahwa Baruga Keraton Wolio bukan hanya monumen fisik, tetapi sebagai monumen kultural, yang tetap hidup didalam memori kolektif masyarakat Buton.
Maka, kata Munafi, memahami Baruga Keraton Wolio bukan hanya sebatas fisik bangunan. Dan pemahaman terhadap Baruga Keraton Wolio juga harus mencakup dimensi filosofis sebagai bentuk arsitektur partikular.
“Bangunan Baruga Keraton Wolio saat ini mengejawantahkan bagaimana nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Buton. Antara ruang adat, ruang kekuasaan, ruang publik, dan ruang keagamaan tidak bisa dipisahkan satu sama lain,” urainya.
Mantan anggota DPRD Baubau ini berharap, nantinya dengan diterbitkannya buku Historiografi Baruga Keraton Wolio, bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dapat dijadikan sumber pembelajaran di sekolah, juga digunakan sebagai bahan literasi tentang kekayaan budaya.
“Dan selanjutnya dari situ kita berharap bagaimana mereka bisa merasa memiliki serta merasa bangga. Tidak kalah penting adalah mereka juga turut berpartisipasi dalam pelestarian nilai-nilai budaya,” harapnya.
Munafi juga mengungkapkan harapannya kepada pemerintah, agar hasil riset menjadi salahsatu sumber acuan dalam merumuskan kebijakan pembangunan Baubau, khususnya pembangunan berbasis budaya.
(Redaksi)








Komentar