Baubau
Belakangan ini nama Provinsi Buton Raya kembali disebut-sebut, membayang-bayangi nama Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) yang beberapa bulan lalu sempat mengemuka karena dorongan elemen pemuda, mahasiswa, masyarakat eks Kesultanan Buton. Gerakan Masyarakat Kepulauan Buton Nusantara (GERAM Kepton) menyuarakan agar Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H Ali Mazi segera bergerak melakukan langkah konkrit memenuhi janji kampanye-nya membentuk daerah otonom baru (DOB) sebuah Provinsi dengan wilayah Kota Baubau, Kabupaten Buton, Wakatobi, Buton Utara, Buton Tengah, dan Buton Selatan.
Gerakan akar rumput ini pun berbuah manis, melahirkan Maklumat Sultan Buton, dan terbentuknya Tim Pembentukan Daerah Persiapan Provinsi Kepton yang dipimpin langsung Gubernur Sultra. Menyusul terbitnya Surat Gubernur Sultra nomor 135/5630 perihal usul pembentukan daerah persiapan otonom baru, dengan lampiran dokumen pendukung. Ditujukan kepada Mendagri, Surat ini memperbarui usul sebelumnya, meliputi usul Provinsi Buton Raya dan Provinsi Kepton.
Yang lantas menghentak saat ini, mencuat ke publik dan masyarakat pun telah mengetahui, bahwa Provinsi Buton Raya bersama 32 daerah lainnya rupanya telah masuk dalam daftar usulan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) dan telah mendapat respon positif Pemerintah Pusat. Bahkan usul pembentukan Provinsi Buton Raya telah ditetapkan dalam rancangan undang-undang (RUU) oleh Komisi II DPR RI, 28 April 2010. Lebih menggembirakan lagi, ternyata usul pembentukan Provinsi Buton Raya juga telah masuk dalam desain besar penataan daerah (Desartada) Kemendagri. Alhamdulillah.
Hal ini dibeberkan Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Sulawesi Tenggara (PA-GMNI Sultra), Alimudin, Minggu (13/2/22).
Alimudin mengungkapkan, saat ini Pemprov Sultra kiranya juga merespon positif, baik itu Pemprov Sultra bersama DPRD Sultra, maupun para Bupati/Wali Kota bersama DPRD masing-masing daerah wilayah cakupan usulan DOB. Mendorong Gubernur melakukan langkah konkrit selanjutnya, menindaklanjuti usul terbaru tersebut.
“Kita sangat berharap pak Gubernur segera menindaklanjuti. Tahapan selanjutnya menurunkan tim observasi dari pusat,” desak Alimudin.
Tim observasi dimaksud adalah tim observasi Dirjen Otda Kemendagri, tim observasi Komisi II DPR RI, tim observasi Komite I DPD RI. Melakukan observasi langsung aspirasi yang terus berkembang sejak sekian puluh tahun lamanya, bertemu dengan masyarakat.
Pemprov Sultra juga sudah saatnya mempresentasekan dihadapan tim obesrvasi, tentang layak tidaknya Buton Raya atau Kepton sebagai daerah persiapan Provinsi baru.
Alimudin meyakinkan, bahwa sudah saatnya Gubernur Sultra meminta kepada Mendagri melalui Dirjen Otda, menunjuk Lembaga resmi yang memliki kapabilitas untuk melakukan kajian teknis kelayakan DOB (Provinsi Buton Raya atau Kepton), yang akan dibentuk di jazirah Sultra, seperti yang telah diusulkannya. Hal ini juga sekaligus menunjukkan kepada masyarakat khususnya di wilayah calon DOB, bahwa pengurusan usul pemekaran Sultra, pembentukan DOB Provinsi Buton Raya atau Kepton masih konsisten, dan tidak dibuat “mengambang”.
“Supaya masyarakat tidak bertanya-tanya lagi tentang jadi tidaknya provinsi yang sudah puluhan tahun didambakan. Kalau memang lanjut ya laksanakan sesuai tahapan, kalau tidak jadi katakan tidak jadi,” ucap Alimudin.
Tegas Alimudin menyatakan bahwa moratorium bukan pelarangan, melainkan pembatasan. Maksudnya, sudah ada daerah-daerah yang telah ditetapkan masuk dalam daftar daerah persiapan otonomi baru, sebelum adanya moratorium.
Bila merujuk pada hasil putusan pleno Komisi II DPR RI 28 April 2010, lanjut Alimudin, ada 33 daerah yang ditetapkan masuk dalam daftar daerah persiapan otonom baru, melalui RUU (Buton Raya termasuk didalamnya). Diantaranya, ada yang sudah dimekarkan, yakni Kabupaten Buton Tengah, Buton Selatan, Muna Barat, juga Provinsi Kalimantan Utara. Perkembangan selanjutnya, ada moratorium.
Namun yang perlu diketahui bersama, bahwa saat ini Pemerintah Pusat tengah mem-proses usul pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Barat Daya (ketiga daerah ini masuk dalam daftar daerah persiapan otonomi baru bersama Buton Raya). Dan saat ini belum ada daerah lain yang diproses, selain 33 daerah yang masuk dalam RUU yang telah ditetapkan dalam pleno Komisi II DPR RI, untuk dibahas lebih lanjut melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, tahun 2010 lalu.
“Salah satu nama yang ada dalam RUU tersebut adalah Provinsi Buton Raya. Jadi diantara 33 daerah yang masuk dalam daftar itu sudah ada yang mekar, dan ada yang sekarang ini masih proses. Provinsi Buton Raya masuk didalamnya,” beber Alimudin.
Alimudin lantas menjelaskan bahwa moratorium bukan ditujukan untuk 33 daerah yang telah masuk dalam RUU yang telah ditetapkan Komisi II DPR RI, termasuk Provinsi Buton Raya didalamnya.
Salah seorang tokoh penggerak pembentukan Kabupaten Buton Utara ini juga membeberkan, setelah usulan Provinsi Buton Raya masuk dalam RUU daerah persiapan otonomi baru, belakangan muncul usul Provinsi Kepton.
Menurut Alimudin, Gubernur Sultra harus menindaklanjuti usulannya sesuai tahapan, tanpa harus menunggu dicabutnya moratorium. Sebab obyek moratorium bukan 33 daerah yang sudah masuk dalam RUU yang telah ditetapkan Komisi II DPR RI. Obyek moratorium adalah 300 sekian daerah, diluar 33 daerah yang sudah masuk dalam RUU yang telah ditetapkan Komisi II DPR RI tersebut.
“Jadi kenapa kita harus tunggu moratorium, kita kan sudah ditetapkan oleh Komisi II DPR RI dulu. Kita (Buton Raya, red) juga sudah masuk gren desain Kemendagri. Jadi sekali lagi saya sampaikan, bahwa Buton Raya sudah masuk dalam RUU, baru kemudian muncul moratorium,” terangnya.
Usul Provinsi Buton Raya tidak masuk moratorium, hanya saja kata Alimudin, selanjutnya, seiring engan terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, usul Provinsi Buton Raya masuk daerah persiapan otonomi baru. Dan usul Provinsi Buton Raya juga masuk dalam grand design Kemendagri.
Menurut Alimudin, saat ini semua kembali berpulang pada komitmen serta langkah konkrit Gubernur Sultra menyelesaikan semua tahapan daerah persiapan otonomi baru dimaksud. Baru kemudian menunggu dicabutnya moratorium. Sebab misalkan nanti moratorium hanya dibuka selama satu tahun, Gubernur Sultra harus berburu dengan daerah persiapan otonomi baru lainnya.
“Jadi marilah kita dorong bersama. Sekarang tahapan kita baru usul, tapi jangan lupa bukan hanya itu, masih banyak yang harus dilakukan. Pada tahun 2021 lalu sudah ada tim percepatan resmi dan itu dipimpin oleh pak Gubernur, dan 2021 juga pak Gubernur mengeluarkan usul baru sebagai penyempurnaan usul sebelumnya. Nah setelah usul ini selesai, maka tahapannya harus jalan, tidak bisa kita hanya menunggu moratorium,” lagi Alimudin menjelaskan.
Untuk diketahui, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa Desartada ditetapkan dengan PP yang telah rampung dibahas pada Oktober 2016, dikirim ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Kemenkumham) untuk harmonisasi, sebelum dibawa ke rapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Setelah dari DPOD agendanya akan diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensesneg) untuk kemudian ditandatangani Presiden RI.
Proses tak semulus yang diharapkan karena harus terhenti di DPOD, dengan alasan pendanaan, Pemerintah Pusat memberlakukan moratorium pemekaran. Wakil Presiden selaku Ketua DPOD menyatakan, rapat DPOD untuk membahas RPP Desartada dihentikan.
Poin-poin penting RPP Desartada:
1).Mengatur grand desain dan road map pemekaran daerah untuk 25 tahun kedepan.
2).Pemekaran harus terkait dengan tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yakni dalam rangka meningkatkan daya saing daerah dan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat. Maka prioritas daerah yang akan dimekarkan, ditetapkan; 1.daerah yang terletak di wilayah perbatasan, 2.daerah terisolir, miskin dan terpencil, 3.daerah kepulauan.
3).Indonesia dibagi atas tujuh klaster rencana pemekaran. I.Sumatera, II. Jawa Madura, III. Kalimantan, IV. Sulawesi, V. Bali Nusa Tenggara, VI.Maluku Maluku Utara, VII. Papua.
4). Untuk klaster IV Sulawesi, ada tiga rencana calon Provinsi yakni; 1. Sangihe Talaud Raya, tiga kriteria yang dipersyaratkan terpenuhi (wilayah perbatasan, daerah terisolir, terpencil, miskin). 2. Buton Raya, dua syarat terpenuhi (daerah kepulauan, daerah miskin). 3. Luwu Raya, tidak satupun syarat terpenuhi. (Red)
Komentar