GERAM KEPTON “Air Mata Yarona Lakina Agama, Sara Pataanguna dan Sangia Wambulu”

Drs H LM Kariu (Yarona Lakina Agama, tatanan Adat Buton)

Kasamea.com

Dukungan dan doa terus mengalir untuk Gerakan Masyarakat Kepulauan Buton (GERAM KEPTON) dalam upaya mendorong percepatan terbentuknya Provinsi Kepton. Seluruh elemen masyarakat Kepton terpanggil memperjuangkan Kepton dengan berbagai sumbangsih kontribusinya, baik secara moril maupun materil.

Tetua Adat pun mendukung penuh, memberikan petuah-petuah, menyemangati GERAM KEPTON, untuk selalu mengingat bahwa esensi perjuangan, pergerakan, upaya yang dilakukan dalam mendorong percepatan terbentuknya Provinsi Kepton harus dilandasi falsafah Ke-Butonan.

Mengetahui adanya upaya elemen masyarakat Kepton yang melebur menjadi satu dalam GERAM KEPTON, untuk bersama-sama memperjuangkan Provinsi Kepton, Tetua Adat Buton (Yarona Lakina Agama) Drs H LM Kariu turut memberikan dukungannya. Menitip pesan kepada GERAM KEPTON, agar senantiasa menjunjung tinggi Sara Pataanguna dalam setiap langkah memperjuangkan Provinsi Kepton, mencerminkan semangat Ke-Butonan, yang mengedepankan rasa, adab kesantunan.

“Kalian yang muda-muda berbuat untuk daerah ini. Landasan kita Sara Pataanguna, menjadi kekuatan budaya di Buton ini, Sara Pataanguna muncul dari hati,” ungkap Ode Kariu.

https://www.kasamea.com/geram-kepton-agendakan-deklarasi-provinsi-kepton-dan-kemah-nasional-usai-lebaran/

Merendah diri, bahwa masih banyak Tetua Adat lain yang memiliki kelebihan di Tanah Buton ini, Ode Kariu menekankan, GERAM KEPTON jangan pernah menanggalkan Sara Pataanguna. Ia mengingatkan, bahwa ada kekuatan Sumpah Leluhur dibalik Sara Pataanguna.

Iapun mengisahkan tentang Sara Pataanguna dizaman Sultan ke- IV Buton, La Elangi, Dayanu Ikhsanuddin (1578-1615), hingga tak kuasa menahan air matanya menetes. Ode Kariu memaknai, menjiwai sangat mendalam tentang ke-Islam-an, tatanan adat, budaya, patriotisme, yang diwariskan para Leluhur Buton.

“Setelah sudah quorum ini Sara, Sara Bharata, Sara Bhobato, dan Sara didalam Kadhie ruaanguna ini, sudah duduk semua di Istana, Bhontona Gampia asarawimo Sultan Oputa, ‘Somba Waopu atokawamo Sara itampana poromuromuna’.

“Dia keluarmi Sultan, sejenak dia duduk, kosuaramo ‘tapotapakimo yingkita Bhisa Patamiana yitu, takakaromo wero samia’. Dia berdiri satu dia wero, ‘Tarango tarango, tarango bharibhari kita siy, wali kaana wali kaayi, iyaro italiku otuturakana Liputa padhamo apasoa randana Oputa. Ncemayincema poandeandeakea amaropu abinasa hancuru. Sapo yitawo bhekabhekaeya mongiwa, pene yi koo tompaeya oulo, pene yibula tompaeya naga. Bholi akolee bholi akowalaka amapii asoekiwaluna ambali ndoke’. Luar biasa itu, makanya aturan adat apapun kalau ‘dipermainkan’, apalagi orang Buton, akan terjadi sesuatu, kalau bukan kena dia, kena turunannya. Sampe tujuh lapis kena sumpah itu,” urai Ode Kariu. Ditemui dikediamannya, di Kelurahan Kadolomoko, Kecamatan Kokalukuna, Kota Baubau.

Menyetujui, mensyukuri dan berterima kasih bila lahir Provinsi Kepton mekar dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Ode Kariu mengatakan, beberapa daerah otonomi di Sultra adalah wilayah eks Kesultanan Buton. Kabupaten Buton, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Buton Utara, Buton Selatan, dan Buton Tengah.

“Kita sendiri yang bergerak didalam, orang kita semua. Tujuannya semua orang-orang Buton juga yang suarakan pemekaran ini. Apalagi muncul dari generasi muda, yang ringan hati untuk menyuarakannya. Saya paling setuju kita mekar,” kata Ode Kariu.

Memberikan spirit untuk GERAM KEPTON, Ode Kariu mengisahkan satu peristiwa heroik religius zaman Kesulatanan Buton. Kala itu orang tua Buton masih harus menunaikan Sholat Jumat di Ternate. Sangia Wambulu mengubah itu, hingga Sholat Jumat seterusnya bisa dilaksanakan di Buton.

Alkisah, Sangia Wambulu melakonkan diri sebagai Nelayan (budak pemelihara ayam di Waborobo) yang sedang memancing ditengah lautan. Sangia Wambulu sengaja memancing di perairan Pulau Baruta, untuk bisa bertemu utusan Sara Ternate yang berlayar dengan sebuah Kapal (disebut Perahu Banyak, memuat sekitar 40 orang), melewati perairan tersebut.

Atas Kuasa Sang Pencipta Semesta Alam, Sangia Wambulu kala itu dengan ilmu Kebatinannya.

Di Kapal mereka, utusan Sara Ternate takjub melihat Sangia Wambulu, diatas sehelai tikar, perlahan tubuh Sangia Wambulu menyatu dengan tikar, ibaratnya meleleh seperti sebuah lilin yang terkena api. Kemudian seluruh tubuh Sangia Wambulu utuh kembali kewujud manusia.

“Sangia Wambulu berkata, ‘sudah inimi kenapa dia tidak naik sholat disana (Ternate, red). Inilah Ibadah umat Islam (Tetua) di Buton ini, harus berwujud (berhikmat) dari kejadian manusia, kembali ke asal manusia’. Utusan Sara Ternate mengakui, tidak dapat menjangkau hikmat Ibadah para Tetua Buton. Utusan Sara Ternate beranggapan, ‘lebih baik pulang saja, sedangkan budaknya sudah begini, apalagi para Tetua-nya’. Artinya kita harus belajar dari kisah Leluhur kita, supaya kita bersemangat untuk membangun daerah ini,” tutur Ode Kariu.

Menurutnya, apa yang ditinggalkan dari kisah Sangia Wambulu adalah potret perjuangan menuju Kemandirian. Yang akhirnya bisa terwujud, karena nawaitu suci, tulus semata untuk kebaikan Negeri.

“Kemandirian itu terwujud, yang tadinya beribadah di daerahnya orang, Alhamdulillah sudah bisa beribadah di Buton. Kemandirian ini harus kita wujudkan. Saya semangat sekali, dukung sekali anak-anak muda yang berjuang untuk Kemandirian Buton,” spirit Ode Kariu untuk GERAM KEPTON.

Tak luput, Ode Kariu mengingatkan agar GERAM KEPTON terus memohon ridho Allah SWT, sembari ziarah ke makam Leluhur Buton. Pamit kepada para Pendahulu.

“Lingka bubusia komiu koburu, lingka fatehakea (ziarah Makam dan membacakan Alfateha). Minta orang didalam sana (Tetua Buton). Didoakan Moji-Moji Keraton,” pungkasnya. (***)

Catatan LM. Irfan Mihzan (Pendiri Kasamea.com)

Komentar