Loly Suhenti
Baubau
Diberbagai penjuru negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Miangas sampai pulau Rote, dari kota-kota besar hingga pelosok terpencil-ada perempuan-perempuan tangguh yang berdiri digaris depan dalam pengawasan Pemilu.
Mereka bukan hanya sekedar saksi dari proses demokrasi, tetapi juga aktor utama yang memastikan keadilan dan integritas Pemilu tetap terjaga. Ditengah tantangan geografis, stigma gender, serta ancaman fisik dan psikologis, mereka terap teguh menjalankan tugasnya.
Itulah untaian kata per kata yang tertuang memikat dalam sinopsis buku Srikandi Mengawasi-Kisah Perempuan Pengawas Pemilu dalam Mengawasi Pemilu 2024.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menggelar bedah buku tersebut di meeting room Villa Nirwana, Kota Baubau, Kamis (24/9/2025). Yang dibuka langsung oleh Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Loly Suhenti.
Loly menjelaskan buku inspiratif tersebut memuat 30 kisah perjuangan perempuan pengawas pemilu pada penyelenggaraan sebelumnya. Tentang kisah-kisah faktual, dilakoni dalam realitas kepemiluan, yang membantah anggapan bahwa perempuan tidak mampu bekerja sebaik laki-laki dalam tugas pengawasan.
“Dari 30 kisah ini, pembaca bisa menyelami bagaimana perempuan pengawas menghadapi berbagai tantangan dan melihat cara mereka mengatasinya,” jelasnya.
Kata Loly, pesan dalam buku yang disusun oleh tim solid insan Bawaslu RI ini terkandung pesan yang sangat jelas. Bahwa perempuan maupun laki-laki sama-sama memiliki kapasitas melakukan pengawasan, baik sebagai jajaran Bawaslu, maupun masyarakat sipil, dalam pengawasan partisipatif.
Menurutnya, tantangan perempuan dalam pengawasan pemilu sejatinya sama dengan laki-laki. Namun, budaya patriarki yang masih kuat sering melahirkan stereotipe negatif.
“Misalnya, perempuan pengawas yang pulang larut malam, kerap dipandang tidak pantas. Padahal kerja pengawasan berlangsung 24 jam. Stereotipe ini tidak perlu ditanggapi berlebihan, cukup dibuktikan dengan kinerja, dan itu tergambar dalam buku ini,” tegasnya.
Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Banne, menyambut baik penunjukan Baubau sebagai tuan rumah kegiatan bedah buku oleh Bawaslu RI.
Menurutnya kegiatan tersebut sejalan dengan nilai sejarah Kesultanan Buton, yang telah lama memberi ruang bagi perempuan, baik dalam sistem politik maupun pemerintahan.
“Kesultanan Buton bahkan pernah dipimpin perempuan, diantaranya Ratu Wakaka sebagai raja pertama dan Ratu Bulawambona. Sejarah ini membuktikan peran perempuan sudah mendapat tempat penting sejak lama,” ungkapnya.
Iwan berharap bedah buku ini dapat memantik semangat perempuan di Sultra, khususnya di Baubau, untuk lebih aktif dalam pengawasan pemilu. Sekaligus memperkuat partisipasi masyarakat dalam menjaga demokrasi.
Selain pemaparan tentang isi buku, bedah buku juga diisi dengan dialog interaktif, yang dihadiri puluhan peserta dari unsur mahasiswi, aktivis perempuan, pegiat organisasi/LSM, juga insan pers.
(Redaksi)
Komentar