SK Pj Bupati, Mendagri: “Gubernur Sultra Sudah Paham”

Manado

“Khusus Sultra saya sudah komunikasikan dengan Pak Gubernur, dan beliau memahami masalah itu. UU memberikan prerogatif kepada Bapak Presiden, untuk Gubernur. Kemudian didelegasikan kepada Mendagri, untuk Bupati dan Wali Kota,” Tito Karnavian.


Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan, bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi, sudah memahami substansi Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan, tentang Pengangkatan Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan La Ode Budiman dan Pj Bupati Muna Barat Bahri.

Mendagri telah menjelaskannya kepada Gubernur Sultra.

“Jadi saya kira itu mekanisme. Khusus Sultra saya sudah komunikasikan dengan Pak Gubernur, dan beliau memahami masalah itu. Mohon maaf saya dengan segala hormat kepada teman-teman Gubernur, bukan berarti usulan itu adalah hak daripada Gubernur. Ini UU memberikan prerogatif kepada Bapak Presiden, untuk Gubernur. Kemudian didelegasikan kepada Mendagri, untuk Bupati dan Walikota,” jelas Mendagri.

Mendagri menegaskan bahwa usulan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah diatur sesuai mekanisme Undang-Undang (UU) dan asas profesionalitas.

Hal ini ditegaskannya saat berkunjung di kantor Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), dalam rangka memberi pengarahan pada Rakor Forkompimda Sulut, Senin (23/5/2022).

Mengenai Pj, kata Mendagri, sudah diatur dalam mekanisme yang ada, UU Pilkada tahun 2016, dan salah satu amanahnya adalah Pilkada dilakukan bulan November, spesifik tahun 2024. Supaya ada keserentakan.

Spirit dari pembuatan UU Nomor 10 Tahun 2016, kata Mendagri, pelaksanaan Pilkada Serentak pada tahun yang sama dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Ini dilakukan agar penerapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) paralel dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Mantan Kapolri ini menguraikan, berdasarkan UU tersebut, ketika masa jabatan Kepala Daerah berakhir, harus diisi dengan Pj. Penjabat yang dimaksud, untuk tingkat Gubernur merupakan Pimpinan Tinggi Madya, sedangkan untuk Bupati/Walikota, Penjabat merupakan Pimpinan Tinggi Pratama.

“Nah, selama ini praktik sudah kita lakukan, tiga kali paling tidak, 2017 Pilkada itu juga banyak Penjabat, dan kita lakukan dengan mekanisme UU itu, UU Pilkada dan UU ASN. Kemudian yang kedua tahun 2018, juga lebih dari 100, dan paling banyak tahun 2020 kemarin itu, lebih dari 200 Penjabat,” urainya.

Mendagri kembali menegaskan bahwa usulan pemilihan Pj Kepala Daerah dari Kemendagri berdasarkan pada asas profesionalitas. Kemendagri terus melakukan pengawasan, karena adanya kemungkinan konflik kepentingan terkait pemilihan Pj, apalagi menjelang tahun Pemilu. Pemilihan usulan Pj dilakukan dengan melihat berbagai faktor, selain dari usulan Gubernur.

“Kita mempertimbangkan juga faktor-faktor yang lain. Nah kemudian ketika banyak sekali konflik kepentingan, yang paling aman itu kalau didrop dari pusat. Seperti misalnya di Sultra, ada satu yang dari Kemendagri. Kenapa dari Kemendagri?, kita pilih Penjabat profesional, dan kita yakinkan bahwa dia tidak memihak kepada politik praktis,” tuturnya.

Lanjut Mendagri, dalam UU telah diatur maksimal masa jabatan Pj adalah satu tahun dan bisa diperpanjang oleh orang yang sama atau diganti orang yang berbeda. Setiap tiga bulan, para Pj harus membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. Untuk Pj Gubernur laporannya kepada Presiden melalui Mendagri, sementara untuk Pj Bupati/Wali Kota kepada Mendagri, melalui Gubernur.

Sumber: sulselinfo.com

[Red]

Baca juga ⬇️


Komentar