Baubau
Dugaan laut bermangrove bersertifikat tanah, yang belum lama ini viral di media sosial, mendapat respon dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Baubau dan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Baubau.
Respon BPN Baubau
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, Sultra Wirawan SH, memastikan bahwa terbitan sertifikat dimaksud bukan diatas laut. Kiranya terlebih dahulu harus dibedakan, kawasan mangrove, dengan laut.
“Itu dia masuk di area penggunaan lain (APL), bukan kawasan hutan,” jelasnya, mengawali wawancara Kamis 10 April 2025, di kantornya.
Sultra menegaskan, pada koordinat dimaksud, BPN boleh menerbitkan sertifikat hak pakai, dengan larangan-larangan berdasarkan Surat Edaran Menteri ATR/BPN Nomor 4/SE/100.PG.01.01/II/2022 tentang Penatagunaan Tanah di Kawasan Lindung, yang menjadi acuan atas penerbitan sertfikat hak pakai tersebut. Sertifikat hak pakai ada masa berlakunya, dan boleh diberikan ke perorangan, badan hukum, dan pemerintah.
“Kurang lebih 12 sertifikat hak pakai yang sudah diterbitkan BPN Baubau (Di koordinat kawasan mangrove-APL tersebut), dengan luas keseluruhan lebih 3 hektar,” bebernya.
Sultra menjelaskan landasan hukum penerbitan sertifikat hak pakai tersebut. Yang diajukan pemohon yakni alas hak berupa transaksi jual beli tahun 1995. Dua kali transaksi jual beli, yang disahkan oleh kepala desa Kampeonaho kala itu, dan disahkan di notaris.
“Itu alas hak kepemilikan awalnya. Sampai hari ini belum ada yang komplain baik dari warga setempat maupun instansi pemerintah atau pemerintah daerah, hanya yang viral kemarin itu,” katanya.
Selain itu, lanjut Sultra, BPN Baubau juga memperhatikan Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau Tahun 2014-2034.
Sultra menegaskan kembali, bahwa sertifikat yang terbit itu bukan diatas laut dan bukan di kawasan hutan, melainkan di kawasan mengrove, yang boleh disertifikatkan, boleh tidak disertifikatkan.
“Kawasan mangrove adalah kawasan pasang surut air laut, jauh dari garis pantai, kurang lebih 374 meter,” tambahnya.
Respon Dinas Perkimtan Baubau
Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Kota Baubau, Dra Siti Amalia Abibu MSi, mengatakan, OPD yang dipimpinnya tak sekalipun meng-sertifikat-kan tanah di laut bermangrove di lingkungan Kolagana Kelurahan Palabusa Kecamatan Lea-lea. Begitu juga, tidak pernah membebaskan lahan pada koordinat tersebut.
Amalia tegas merespon pertanyaan redaksi Kasamea.com, apakah Dinas Perkimtan Baubau pernah menerbitkan sertifikat, seperti yang belakangan disampaikan BPN Baubau, bahwa telah ada 12 sertifikat hak pakai yang diterbitkan di kawasan mangrove (APL) Kolagana.
Amalia menjelaskan, pihaknya tidak mengurusi sertifikat tanah masyarakat, kecuali pembebasan lahan untuk kepentingan umum. Itupun, untuk kepentingan rencana pembangunan Jembatan Buton-Muna, seluruhnya ada ditanah daratan. Tak satupun yang berlokasi di tanah rawa, sebab itu adalah tanah negara.
“Dalam hal pembebasan lahan, kami berkoordinasi dengan BPN Baubau, selaku yang memiliki kewenangan menyangkut peta tanah. Bersama-sama turun langsung ke lokasi melakukan peninjauan lapangan,” pungkasnya. (Redaksi)
Berita terkait:
Komentar