Respon Perintah Eksekusi PTUN Kendari, Kuasa Hukum Walikota Baubau “Sorot” Ketidakpastian Hukum Hingga Kode Etik dan Perilaku Hakim

Advokat La Ode Darmawan SH

Baubau

Kuasa Hukum Walikota Baubau, Advokat La Ode Darmawan SH merespon Perintah Eksekusi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, melalui Surat Perintah Eksekusi Nomor 30/G/ 2023/ PTUN-KDI.

Darmawan menjelaskan, pihaknya mencermati dalam konteks hukum acara Peradilan TUN, bahwa Penetapan tidak bersifat memaksa. Surat Perintah Eksekusi dimaksud ditujukan kepada pihak Penggugat selaku Pemohon Penetapan Penundaan SK Walikota Baubau tentang pemberhentian Dr Roni Muhtar MPd dari jabatan Sekretaris Daerah Kota Baubau.

Selanjutnya, cukup jelas dalam Surat Perintah Eksekusi pada frasa “Menimbang”, bahwa berdasarkan Pasal 115 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo UU No.9 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo UU No. 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang berbunyi “Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan”.

“Penjelasan pasal diatas cukup jelas, sehingga putusan yang tidak berkekuatan hukum tetap tidak dapat dijalankan. Apalagi ini sebuah Penetapan dari PTUN,” tegasnya.

Olehnya itu kata Darmawan, pihaknya melihat bahwa ada pertimbangan hakim selanjutnya dalam Surat Perintah Eksekusi, mengenai Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991, jelas dikatakan bahwa apabila ada penetapan penundaan dimaksud, yang tidak dipatuhi oleh Tergugat, maka ketentuan pasal 116 ayat (1), (5) dan (6) dapat dijadikan pedoman untuk dilakukan oleh pihak Penggugat.

Pihaknya lanjut Darmawan, menganalisa hukum, bahwa proses untuk menjalankan Perintah Eksekusi dari PTUN melalui tahapan-tahapan sesuai dengan UU Peradilan TUN. Tidak serta merta pihak Penggugat/Pemohon penundaan SK Walikota langsung menerjemahkan, bahwa Perintah Eksekusi menyatakan kembalikan saudara Penggugat (Dr Roni Muhtar MPd) ke posisi semula menjadi Sekda Kota Baubau.

Menurutnya, terjadi pemahaman yang keliru, bahwa bila Perintah Eksekusi tidak dijalankan, akan ada sangsi hukum Pidana maupun Perdata. Surat Perintah
Eksekusi ini seakan-akan ada hal yang aneh dalam Peradilan TUN, ada hal yang
menurut Darmawan, tidak sesuai dengan Hukum Acara Peradilan TUN.

Iapun memastikan Walikota Baubau selaku pihak Tergugat, tetap menunggu putusan yang inkrah dan berkekuatan hukum tetap. Sembari mengingatkan, bahwa perlu diketahui dalam pelaksanaan Putusan Peradilan TUN, tidak dimungkinkan adanya upaya paksa dengan menggunakan aparat keamanan. Apalagi hanya sebuah “PENETAPAN”.

“Olehnya itu, pihak Tergugat tetap pada SK Walikota Baubau tentang pemberhentian Penggugat (DR Roni Muchtar M.Pd). Sampai ada putusan yang inkrah dan berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Kata Darmawan, setelah pihaknya mengamati jalannya persidangan di PTUN Kendari, mulai dari Penetapan
Penundaan SK yang dikeluarkan oleh hakim PTUN Kendari, sampai dengan Surat Perintah Eksekusi, ada dugaan ketidakpastian hukum yang dilakukan oleh Hakim PTUN Kendari.

Pihaknya lantas “menyoroti” kode etik yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial, sebagaimana Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 047/KMA/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. (Redaksi)

Berita terkait ⬇

Komentar