Upacara Perdana Hari Lahir Kejaksaan 2 September 1945, Amanat Jaksa Agung Menggetarkan

Jakarta

Kejaksaan Agung Republik Indonesia melaksanakan upacara perdana, peringatan hari lahir Kejaksaan RI, 2 September 1945 – 2 September 2024 (Usia 79 Tahun). Diikuti upacara yang sama seluruh lembaga adhyaksa tingkat provinsi juga kabupaten/kota se- Indonesia.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, melaksanakan upacara di halaman kantor mereka, dipimpin Kajati Hendro Dewanto, SH. M.Hum sebagai inspektur upacara.

Upacara diikuti Ketua IAD Sultra Ny. Eko Hendro Dewanto beserta pengurus dan anggota, Wakil Kajati Anang Supriatna, SH. MH, para Asisten, Kajari Kendari dan jajaran, Kabag TU, Koordinator dan seluruh pegawai Kajati Sultra dan Kejari Kendari.

Jaksa Agung RI dalam amanatnya yang dibacakan Kajati Sultra, menyampaikan, tepat pada tanggal hari ini, 79 tahun yang lalu, saat Negara Indonesia baru 15 hari memproklamasikan kemerdekaannya, institusi yang kita cintai ini dilahirkan.

Dilantiknya Meester de Rechten Gatot
Taroenamihardja sebagai Jaksa Agung pertama, bersama dengan pembentukan Kabinet Presidensial pertama di Indonesia, menandai dimulainya peran Jaksa Agung dan Kejaksaan dalam mempertahankan
kedaulatan hukum Indonesia.

Saat ini Kejaksaan telah berusia 79 tahun, meski demikian, upacara peringatan Hari Lahir Kejaksaan baru pertama kali kita
selenggarakan, pasca diberlakukannya Keputusan Jaksa Agung Nomor 196 Tahun 2023 tentang Hari Lahir Kejaksaan RI.

Penentuan dan penetapan Hari Lahir Kejaksaan pada tanggal 2 September 1945 tidak ditentukan secara tiba-tiba. Tapi melalui hasil penelitian panjang dari para
Ahli Sejarah yang bekerja sama dengan Kejaksaan, untuk menelusuri, menemukan, dan mengumpulkan arsip-arsip nasional yang tersebar didalam maupun diluar negeri, terutama di Belanda.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya,
mengapa penetapan Hari Lahir Kejaksaan perlu ditentukan?. Selain menjadi pengingat akan sejarah panjang perjuangan Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan keadilan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, penentuan hari lahir Kejaksaan ini memiliki
urgensi, diantaranya :

Pertama, menegaskan keberadaan Kejaksaan sebagai lembaga yang berdiri sejak awal kemerdekaan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran Kejaksaan dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara.

Kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penegakkan hukum. Dengan memperingati hari lahirnya, Kejaksaan mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap masalah hukum dan ikut serta dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.

Ketiga, memperkuat soliditas dan semangat
kebersamaan dikalangan insan Adhyaksa.
Peringatan ini menjadi momen bagi seluruh jajaran Kejaksaan untuk saling mendukung dan meningkatkan kinerja.

Keempat, mewujudkan komitmen Kejaksaan bahwa Kejaksaan dilahirkan untuk terus memberikan pelayanan terbaik dan selalu hadir ditengah masyarakat melalui penegakkan hukum yang berkeadilan.

Selama ini kita memperingati Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) tanggal 22 Juli setiap tahunnya, mungkin masih banyak diantara kita yang menganggap peringatan HBA
sebagai Hari Lahir Kejaksaan, padahal Kejaksaan lahir jauh sebelum itu.
Berbeda dari hari lahir, HBA mulai kita peringati sejak tanggal 22 Juli 1960. Pada tanggal tersebut, terjadi perubahan mendasar pada struktur kelembagaan
Kejaksaan.

Berdasarkan rapat kabinet memutuskan bahwa, Kejaksaan yang pada masa itu Departemen Kejaksaan, menjadi lembaga mandiri, terpisah dari Departemen
Kehakiman. Sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 204/1960 tanggal 1 Agustus 1960.

Peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-79 ini,
mengangkat tema “Hari Lahir Kejaksaan sebagai Simbol Terwujudnya Kedaulatan Penuntutan dan Advocaat Generaal”. Tema besar ini mencerminkan komitmen kita dalam menjaga kedaulatan hukum dan peran sebagai Advocaat Generaal.

Pemilihan tema ini menerjemahkan tugas utama Kejaksaan sebagai pelaksana tunggal penuntutan. Kedaulatan Penuntutan merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dimana Kejaksaan memiliki wewenang eksklusif untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana.

“Ini berarti hanya Kejaksaan yang berhak menjadi pengendali perkara dan perwujudan single prosecution system,” tegas Jaksa Agung.

Sistem penuntutan tunggal bertujuan untuk
menjamin kesatuan tindakan penuntutan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakkan hukum, menjamin
kepastian hukum, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam penuntutan, yang pada akhirnya dapat mewujudkan cita keadilan
masyarakat.

Sebagai insan Kejaksaan yang menerapkan nilai-nilai Tri Krama Adhyaksa, kita memiliki tanggung jawab besar untuk tetap teguh berdiri diatas prinsip-prinsip hukum dan keadilan. Sebagai satu-satunya pemegang kewenangan penuntutan di negara ini sekaligus simbol kedaulatan penuntutan, tentunya tidak boleh ada kekuatan lain yang
dapat mengintervensi atau mengarahkan proses hukum yang kita jalankan.

“Setiap tindakan yang dilakukan haruslah mencerminkan sikap tegas dalam menjaga
independensi Kejaksaan,” tegasnya lagi.

Sepanjang perjalanan waktu yang telah dilalui, Kejaksaan Republik Indonesia telah membuktikan diri sebagai lembaga yang dinamis dan terus bertransformasi menghadirkan keadilan yang humanis
kepada masyarakat.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Kejaksaan Republik Indonesia telah menunjukkan sejumlah capaian
signifikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum. Pencapaian ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat yang
menjadikan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya oleh masyarakat.

Sebagai salah satu dalam pilar penegakkan hukum, Kejaksaan menjadi harapan masyarakat dalam mewujudkan keadilan. Oleh karenanya, dalam menjalankan tugas ini, saya paham benar bahwa kita akan menemui banyak sekali tekanan, hambatan,
maupun godaan. Kita harus teguh berpegang pada prinsip integritas, profesionalisme, dan kejujuran.

Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, maka kita dapat menjaga martabat diri dan marwah institusi. Apalagi saat ini masyarakat telah menitipkan
kepercayaannya kepada kita, sehingga menempatkan kita menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik.

“Jangan nodai dan mengkhianati
kepercayaan masyarakat. Capaian baik Kejaksaan selama ini, jangan sampai
membuat kita berpuas diri. Tantangan di masa depan masih sangat banyak,” ujar Jaksa Agung, mengingatkan seluruh jajarannya.

Jaksa Agung mengingatkan seluruh jajaran Kejaksaan, dari pusat hingga daerah, untuk terus menjaga kepercayaan publik, terus berinovasi dan mengembangkan diri. Bekerjalah dengan hati nurani, junjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan profesionalitas dalam setiap tindakan.

Jaksa Agung menekankan pentingnya semangat jiwa korsa dalam menjalankan tugas. Kejaksaan adalah satu dan tidak
terpisahkan, een en ondeelbaar. Kita semua memiliki peran penting dalam menjaga
kesatuan kebijakan penuntutan. Tidak ada keberhasilan yang dapat kita capai secara individual, keberhasilan Kejaksaan adalah hasil kerja keras kolektif dari seluruh insan Adhyaksa.

“Oleh karena itu, mari kita terus perkuat soliditas dan kerja sama, saling mendukung dan membimbing satu sama lain dalam menjalankan tugas,” spiritnya.

Kepada para Adhyaksa Muda, Jaksa Agung berpesan, jadikan Hari Lahir Kejaksaan ini sebagai momentum untuk memperkuat komitmen dan semangat pengabdian. Bangun kualitas diri dengan mental, akhlak, adab, dan moral yang baik dalam mengemban tugas-tugas kedepan. Belajarlah dari para senior, teladani integritas mereka, dan teruslah berkembang menjadi Adhyaksa yang tangguh.

Kedepan, tongkat estafet penegakkan
hukum akan berada di tangan kalian. Oleh karena itu, persiapkan diri sebaik mungkin, kembangkan wawasan, dan jangan pernah berhenti belajar.

Sebelum menutup amanatnya Jaksa Agung mengajak semua insan adhyaksa untuk menjadikan peringatan Hari Lahir Kejaksaan ini sebagai titik tolak untuk memperbarui
semangat pengabdian dan dedikasi kepada bangsa dan negara. Kejaksaan adalah benteng terakhir keadilan, kejaksaan adalah pengawal kedaulatan hukum. (Redaksi)

Komentar