Dr Syamsul Bahri Bahar ST MT
Baubau
Proses hukum dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang sepekan ini cukup mengejutkan dan menyita perhatian publik, khususnya sivitas akademika, masih terus bergulir. Setelah menetapkan para Tersangka, Mabes Polri masih terus mendalami kasus yang terungkap, dengan korban 1.047 mahasiswa, dari 33 Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia tersebut.
Mereka adalah mahasiswa yang mengikuti program magang ferien job ke Jerman, namun diduga dipekerjakan secara non-prosedural yang mengarah pada eksploitasi.
Salah satu PT yang seorang mahasiswa-nya ikut dalam program ferien job ini adalah Universitas Muhammadiyah Buton (UM Buton).
Redaksi Kasamea.com berupaya mengkonfirmasi, mengklarifikasi pihak rektorat UM Buton. Via pesan WhatsApp, Redaksi Kasamea.com meminta waktu dan kesediaan Rektor, terbaca namun tidak dibalas. Informasi yang didapatkan, Rektor tengah berada di Makassar.
Kemudian, upaya konfirmasi, klarifikasi berhasil dilakukan, dari Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dr Syamsul Bahri Bahar ST MT, Sabtu (30/3/24).
Dia ruang kerjanya, Syamsul menjelaskan, bahwa yang dikuti seorang mahasiswa Fakultas Hukum UM Buton di Jerman, tidak berkaitan sama sekali dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Sehingga Rektorat UM Buton tidak merekomendasi atau mengeluarkan surat resmi terkait itu, terlebih suport berupa biaya untuk mahasiswa yang berangkat ke Jerman tersebut.
Syamsul menekankan, bahwa mahasiswa ini berangkat atas inisiatif sendiri, dan berurusan langsung sendiri dengan pihak penyelenggara program yang mengatasnamakan MBKM. Menjadi menarik, ditambah lagi ada embel-embel keluar negeri, sehingga mahasiswa bisa terpancing.
Tetapi, kalau mahasiswa yang tahu mekanisme, pasti sudah bisa menganalisa sejak awal, dan paham potensi dia akan tertipu. Apalagi bila mahasiswa menghadap ke Rektorat Bidang Kemahasiswaan, pasti sudah diwanti-wanti agar berhati-hati, dan diberi penjelasan terkait kegiatan-kegiatan akademis yang resmi, legal.
“Jadi tidak berkaitan dengan MBKM, kalau ada dasarnya, ada surat, ada SK dari Kementerian, nah itu bisa kita tindaklanjuti. Kalau ini kan sembunyi-sembunyi, tidak jelas, sehingga tidak ada bantuan secara resmi dari kampus, baik surat-surat administrasi, ataupun biaya,” ungkapnya.
Syamsul mengatakan, program magang, awal kerjasama, pada umumnya PT secara keseluruhan di wilayah timur atau barat Indonesia, sama mekanismenya. Jadi magang yang dimaksud disini, bila dilihat mekanismenya, ada undangan secara resmi kepada PT, biasanya merupakan program, difasilitasi Kementerian.
“Tapi kan ini dari swasta, tapi anehnya tidak menuju ke perguruan tinggi. Jadi hanya dia ekspos secara internal ke mahasiswa, dan informasi itu yah informasinya mahasiswa, tidak ditembuskan ke perguruan tinggi. Biasanya perguruan tinggi ada surat resmi, mau dari swasta ataupun dari pihak pemerintah, biasanya kita tindaklanjuti. Jadi kalau ada surat kita tindaklanjuti, karena dasarnya ada surat, undangan, untuk pergi magang. Tapi inikan tidak ada,” urainya.
Syamsul mengaku mengetahui mahasiswa ini akan berangkat ke Jerman, setelah mahasiswa ini melaporkan kepada Syamsul selaku Wakil Rektor III. Mahasiswa ini menyampaikan bahwa dia sudah lolos untuk berangkat ke Jerman.
Pihaknya, lanjut Syamsul, merasa terkejut dan sempat mempertanyakan kepada mahasiswa ini ihwal program yang diikutinya tersebut. Mahasiswa ini mengaku mendaftar secara mandiri, setelah mendapatkan informasi yang tersebar luas (Secara umum), dari teman-teman mereka sesama mahasiswa. Bukan pengumuman dari internal kampus.
“Jadi kejadian ini sebenarnya memang kita sesalkan juga kita punya anak mahasiswa, tapi kan mau dibilang apa, bahwa memang ini diluar kendali kita, memang kita tidak tau sama sekali. Biasanya kalau kita utus mahasiswa itu kita harus buat surat tugas, harus ada undangan pihak penyelenggara, jelas track recordnya, kita liat, karena magang kerja inikan bagus juga kalau program merdeka belajar kampus merdeka. Tapi kan rupa-rupanya setelah ditelusuri kan ternyata ada sesuatu, lagi heboh, yang jadi korban kan mahasiswa,” ujarnya.
Syamsul kembali menegaskan, pihaknya tidak ada persetujuan resmi atas program ferien job ke Jerman tersebut, karena tidak ada hitam diatas putih yang menjadi pegangan UM Buton.
Lebih lanjut Syamsul menuturkan, menyangkut status mahasiswa ini saat berangkat ke Jerman, apakah dalam posisi mahasiswa aktif atau mengambil cuti, tidak ada rekomendasi yang dikeluarkan pihak kampus.
Sebelum berangkat ke Jerman, Syamsul sempat mengingatkan kepada mahasiswa ini agar berhati-hati dan menjaga nama baik kampus. Karena mahasiswa ini lolos atas inisiatif dan mendaftar sendiri, maka Syamsul hanya bisa memberikan suport dan bantuan secara sukarela, secara pribadi.
“Makanya kalau dia mau cuti tidak cuti itu tergantung rekomendasi yang dikeluarkan oleh kampus. Tapi kan tidak ada yang dikeluarkan, hanya kami terima saja begitu, dia datang melapor bahwa pak saya ini lolos ikut magang di Jerman. Wah saya bilang bagus, alhamdulillah, ya artinya kita kan kayak begitu kita respon positif saja, karena itukan atas inisiatif upaya dia sendiri, kita hargai,” tuturnya.
“Setahu saya mahasiswa ini mahasiswa aktif, tahu persis lah saya mahasiswa yang bersangkutan, apalagi dia kan memang komunikasinya rajin ke saya. Untuk menyatakan dia cuti atau aktif, tinggal dicek saja sebenarnya, di sistim to, kalau dinyatakan aktif berarti dia membayar, dinyatakan aktif semester ini kalau dia membayar biaya SPP-nya. Tidak selamanya juga dia aktif, tapi untuk semester ini dia tidak bayar SPP, berarti tidak aktif. Tapi saya kira dia aktif orangnya, masih mahasiswa aktif, fakultas hukum,” tambah Syamsul.
Syamsul menambahkan, ketika pulang dari Jerman, mahasiswa ini juga menemui Syamsul dan melaporkan program yang sudah diikutinya tersebut. Tetapi mahasiswa ini tidak bercerita secara detail terkait total biaya yang dikeluarkannya, upah yang diterima, atau adanya pemotongan dari upah tersebut.
Untuk diketahui, ihwal dugaan TPPO dengan korban ribuan mahasiswa dari puluhan kampus Indonesia, dengan modus program magang ferien job ke Jerman ini, sudah banyak diberitakan media pers nasional, baik cetak, elektronik, maupun siber. (Redaksi)
Komentar